Sugiyati dan Sri Lestari warga Desa Jarum, Bayat, Klaten sedang membuat payung motif batik. (Foto: Kinan Riyanto)

Klaten, MNEWS.co.id – Berbagai cara dilakukan warga untuk bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19, para pelaku UMKM melakukan berbagai inovasi pada produk mereka. Seperti yang dilakukan oleh perajin di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang melukis batik pada payung dan banyak diminati.

Sejak tahun 2007, Sugiati dan keluarga warga Desa Jarum, Bayat, Kabupaten Klaten, menggeluti kerajinan batik kain dan batik kayu. Namun karena pandemi Covid-19, sempat memukul usaha mereka karena tidak ada pemesan sama sekali.

Saat sejumlah perajin lain memilih menutup usahanya, Sugiati dan suaminya, Sularto masih memikirkan cara untuk bertahan. Keduanya memutuskan untuk melakukan inovasi pada batik mereka, media kain dan kayu pun diganti payung.

Proses membatik pada payung berbeda dengan membatik pada kain atau kayu. Kain payung yang tidak bisa digambar kerangka batik, membuat perajin membatik langsung di medianya.

“Ide awalnya, pas pandemi kan off semua, pasar, toko-toko semua tutup jadi untuk batik kayu tidak ada yang laku. Kita punya payung terus kita coba ini, ternyata banyak peminatnya juga,” ujar Sugiyati.

Jika biasanya menggunakan malam, membatik pada payung memakai cat air. Ini membuat para perajin lebih teliti dan tenang saat mengerjakan payung batik. Geliat kerajinan payung batik ini menghidupkan kembali ekonomi dan memberdayakan ibu-ibu di Desa Jarum, Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

“Soalnya nyantingnya agak sulit kalo di payung, karena mbleber. Satu payung dua tiga hari pengerjaan,” kata Sri Lestari salah seorang perajin membatik.

Payung-payung bermotif batik cantik ini dipasok ke Klaten, Solo, Yogyakarta, Jakarta dan Bali bahkan telah diekspor dan diminati hingga India dan Hong Kong. Satu payung batik dijual Rp200 ribu hingga Rp350 ribu.