Koleksi produk Wastraloka, UMKM binaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). (Foto: Wastraloka)

MNEWS.co.id – Standardisasi produk dan keberlanjutan produksi menjadi kunci bagi pelaku UMKM untuk menembus pasar ASEAN. Kedua hal ini merupakan faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan UMKM dalam bersaing dan beradaptasi dengan pasar yang semakin kompetitif di kawasan ASEAN.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa dengan keketuaan Indonesia dalam ASEAN 2023 menjadi peluang untuk mendongkrak kinerja ekspor, khususnya terhadap produk-produk UMKM, ke kawasan tersebut.

Dikutip dari Antara, Joko Budi Santoso, peneliti senior PPKE FEB Universitas Brawijaya mengatakan, standardisasi produk dan keberlanjutan produksi khususnya terkait kapasitas dan ketersediaan bahan baku perlu menjadi perhatian utama UMKM Indonesia.

“Kompetisi produk-produk UMKM untuk menembus pasar luar negeri, khususnya ASEAN, semakin kompetitif. Standardisasi produk dan keberlanjutan produksi menjadi isu utama untuk menembus pasar ASEAN,” kata Joko dikutip dari sumber yang sama.

Joko menjelaskan, dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif di pasar ASEAN, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis. Tidak hanya dari tingkat pusat, tetapi juga pemerintah daerah harus turut serta dalam melakukan upaya tersebut.

Menurut Joko, pemerintah perlu memperkuat pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan kepada pelaku UMKM yang memiliki potensi produk menjanjikan untuk pasar ekspor.

“Tentunya hal tersebut perlu kolaborasi yang apik antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten kota, karena keterkaitan dengan kewenangan penanganan pelaku UMKM,” ujarnya.

Selain itu, tambah Joko, penting untuk memperkuat upaya fasilitasi bagi pelaku UMKM guna mendapatkan berbagai standarisasi produk yang sesuai dengan persyaratan pasar ASEAN, seperti sertifikasi halal, regulasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), dan sebagainya.

Joko juga menyebut bahwa dibutuhkan adanya trading house atau wadah bagi pelaku UMKM yang memiliki potensi ekspor di setiap kabupaten dan kota. Trading house ini nantinya akan berfungsi sebagai lembaga yang akan membantu proses pengurusan berbagai dokumen terkait ekspor impor produk UMKM.

Pelaku UMKM juga perlu mendapatkan pelatihan terkait mekanisme ekspor impor yang ada, hingga ke depannya para pelaku usaha tersebut bisa melakukan kegiatan pengiriman produk mereka secara mandiri.

“Peran trading house termasuk promosi dan negosiasi dengan pembeli luar negeri. Sehingga UMKM bisa lebih fokus pada produksi sesuai dengan standardisasi ekspor dan permintaan pembeli,” jelas Joko.

Sementara dari target pasar, menurut Joko perlu ada penguatan keberadaan Konsulat Jenderal (Konjen) Perdagangan termasuk Atase Perdagangan yang berfungsi sebagai peneliti untuk mengetahui apa saja kebutuhan dan potensi pasar di wilayah kerjanya.

“Ini untuk memperkuat berbagai event promosi, investasi, maupun pameran produk yang secara rutin telah dilakukan,” pungkasnya.