Ilustrasi kopi. (Foto: Pixabay)

Bogor, MNEWS.co.id – Komoditas kopi telah menggerakkan kinerja UMKM dan koperasi, baik dari sisi hulu maupun hilir. Hal ini dibuktikan dengan 96 persen perkebunan kopi Indonesia yang dikuasasi oleh 1,3 juta petani serta lebih dari 2.950 kedai kopi dikelola oleh anak muda dan pelaku ekonomi kreatif.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduku dalam acara Sarasehan Kebangkitan Kopi Rempah Nusantara yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IKA FAPERTA IPB) di IPB Convention Center, Bogor, Sabtu (21/5/2022).

Teten mengatakan, di tengah pandemi, tiap-tiap negara tengah mencari keunggulan domestiknya masing-masing. Ini penting agar Indonesia tidak terus-menerus mengekor ke negara-negara maju.

“Kopi dan rempah adalah komoditas unggulan negara kita yang harus dikelola dengan baik, dikuasai inovasi teknologinya, punya nilai tambah, menyejahterakan petani, dan berkelanjutan,” kata Teten.

Berdasarkan Laporan International Coffee Organization (ICO), Indonesia telah menempati peringkat 4 produsen kopi terbesar di dunia dengan total produksi 12 juta karung kopi berukuran 60 kg pada 2014-2019.

Selain itu, meskipun produksi kopi mengalami penurunan saat pandemi, namun nilai ekspor kopi terkerek harga yang sedang naik di pasar global di tahun 202, dari US$748,6 juta menjadi US$756,2 juta, sehingga kenaikannya tercatat sebesar 1,02 persen.

Dalam jangka panjang, konsumsi kopi dunia diperkirakan akan terus meningkat, paling sedikit tumbuh minimal 2 persen pertahun, sedangkan di daerah Asia Timur dan Tenggara tumbuh di atas 5 persen.

Namun, menurut Teten, terdapat tiga tantangan yang dihadapai dalam upaya untuk mengembangkan kopi rakyat, di antaranya adalah lemahnya kelembagaan usaha yang umumnya masih perorangan, rendahnya produktivitas dan kualitas produk UMKM dan koperasi, serta kesulitan terkait akses pembiayaan dan pasar.

Terkait tantangan tersebut, lanjut Teten, Kemenkop UKM memberikan dukungan dari hulu dan hilir.

“Dari hulu, kami ingin melakukan penguatan kelembagaan usaha melalui korporatisasi petani kopi berbasis koperasi dan pengembangan model bisnis terintegrasi hulu-hilir mulai dari produksi, akses pembiayaan, rantai pasok, dan pemasarannya,” ucap Teten.

Lebih lanjut, Teten menambahkan bahwa pihaknya sudah melakukan beberapa piloting terkait strategi korporatisasi petani ini. Salah satunya adalah Koperasi Produsen Baitul Qiradh Baburrayyan di Aceh Tengah yang diusahakan untuk menguasai pasar ekspor 345,6 ton kopi Arabica Gayo ke pasar Amerika Serikat dan Eropa.

“Ini akan menjadi satu-satunya koperasi yang memiliki akses penjualan kopi langsung ke Starbucks,” ungkap Teten.

Selain itu, terdapat juga Koperasi Klasik Beans-Sunda Hejo di Jawa Barat yang mengonsolidasikan petani perhutanan sosial dan akan memasok kopi specialty untuk kebutuhan dalam negeri dan mancanegara.

“Juga ada Koperasi Kopi Wanita Gayo (Kokowagoyo) yang menjadi satu-satunya koperasi wanita di Asia Tenggara yang masuk dalam Organic Product Trading Company (OPTCO) Cafe Femenino,” jelas Teten.

Teten mengungkapkan, petani kopi perempuan berjumlah 409 orang dan mengelola lahan sebanyak 342 hektare. Sebanyak 70 persen dari hasil produksi diekspor ke Amerika Serikat, 20 persen ke Eropa, dan 10 persen ke Australia.

Dari sisi hilir, Kemenkop UKM mendorong konsumsi kopi di dalam negeri, di mana anak muda menjadi kunci. Hal ini dilakukan dengan perluasan kedai kopi ke daerah secondary city melibatkan komunitas kreatif dan komunitas berbasis pesantren.