Jakarta, MNEWS.co.id – Ajakan untuk mencintai produk dalam negeri bukanlah sesuatu yang baru digaungkan di Indonesia. Ajakan ini bertujuan untuk meningkatkan performa dari penjualan produk buatan Indonesia dan menyejahterakan pengusaha lokal.
Tapi tahukah kamu, bahwa membeli produk dari merek Indonesia tidak menjamin bahwa yang kita beli adalah produk yang benar dibuat di Indonesia?
Ada kemungkinan bahwa kita membeli suatu produk yang terkesan “Indonesia” namun sesungguhnya tidak diproduksi di Indonesia atau bahkan sudah dimiliki oleh Asing.
Lalu, bagaimana kita bisa mencintai produk Indonesia yang benar-benar diproduksi di Indonesia?
Produk Indikasi Geografis mungkin bisa menjadi salah satu opsi untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Indikasi Geografis (IG) adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Lalu, bagaimana awal mula sistem Indikasi Geografis ini diterapkan?
Dilansir dari Indonesia’s Geographical Indication Show 2022, Indikasi Geografis pertama kali diperkenalkan di Paris, Prancis pada awal abad ke-20 dengan istilah Appelation d’Origine Controlee.
Hal tersebut dilakukan oleh Pemerintah Prancis untuk mencegah terjadinya saling klaim atau berebut nama antar pihak atau wilayah atas keberadaan produk-produknya.
Prinsip-prinsip itulah yang kemudian lebih dikenal secara global dengan istilah Indikasi Geografis.
Saat ini, sudah ada ada 111 produk Indikasi Geografis yang terdaftar di Indonesia. Tidak seperti Eropa yang mayoritas IG-nya adalah keju dan minuman beralkohol, IG Indonesia dipenuhi oleh produk Kopi, Beras, dan Kerajinan Khas Daerah.
Pada perkembanganya, banyak produk kopi IG Indonesia mulai terkenal di ranah internasional. Contohnya adalah kopi Arabika Gayo yang memiliki nilai ekspor sebesar 58,9 juta USD.
Tidak hanya kopi, peluang IG Indonesia juga terlihat pada seni kerajinan tangan. (Ranggalawe, 2020) menyebutkan bahwa nilai ekspor kerajinan pahat kayu Jepara juga memiliki nilai ekspor cukup besar yaitu mencapai US$111 Juta yang diekspor ke 68 negara dunia.
Hal ini memberikan gambaran bahwa banyak kualitas produk khas Indonesia yang diakui oleh komunitas perdagangan dunia, dan ini belum termasuk banyak produk khas Indonesia lainya yang belum terdaftar sebagai IG.
Mengetahui hal ini, sudah sepantasnya kita lebih menyadari potensi ekonomi dari produk Indikasi Geografis Indonesia. Sebuah kemungkinan besar bahwa dimasa depan Indikasi Geografis Indonesia akan menjadi “Indonesian Treasure” seperti yang telah terjadi di Uni-Eropa.
Himbauan untuk mendukung barang buatan Indonesia sesungguhnya memiliki makna untuk membangun perekonomian dalam negeri.
Oleh karena itu, mari kita cermati bagaimana cara mencintai produk Indonesia yang dapat memberikan pemberdayaan nyata bagi ekonomi kreatif nasional.
Dalam hal ini, mengenali, mencintai dan membeli produk indikasi geografis Indonesia dapat menjadi opsi untuk selangkah lebih dekat dengan tujuan mendukung produk buatan Indonesia.
Ini dikarenakan secara hukum, produk Indikasi Geografis memberikan kejelasan bahwa benar produk tersebut memiliki hubungan yang erat dengan suatu lokasi geografis Indonesia.