Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Perindustrian mendorong produsen tahu dan tempe untuk meningkatkan produktivitasnya secara higienis dan efisien. Kementerian Perindustrian mengaku berbagai program pembinaan, seperti pendampingan, bimbingan teknis produksi dan sertifikasi keamanan pangan telah dijalankan untuk membantu IKM tahu dan tempe.
Kemenperin juga mendorong penerapan teknologi tepat guna lewat fasilitasi mesin dan peralatan dan pemanfaatan program restrukturisasi mesin dan peralatan.
“Dalam rangka penumbuhan wirausaha baru IKM tahu-tempe dan produk olahan turunannya, juga diberikan pembinaan SDM dan teknologi produksi, seperti pelatihan manajemen dan teknis produksi serta diversifikasi produk,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka Kemenperin Gati Wibawaningsih mengutip dari siaran pers Kemenperin.
Program industri hijau atau ramah lingkungan turut dilaksanakan melalui kegiatan pendampingan produksi bersih serta fasilitasi mesin dan peralatan pengolahan limbah sentra IKM.
Tujuannya untuk mendorong para pelaku IKM tahu dan tempe menuju aktivitas usaha yang ramah lingkungan. Kegiatan tersebut sudah dilakukan di daerah Magelang, Singkawang, Makassar dan Bandung.
Selain itu, program serupa ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, baik dari sisi penggunaan bahan baku dan bahan penolong, serta penghematan penggunaan energi dan air dalam menghasilkan produk yang berbasis pada konsep reduce, reuse, dan recycle atau 3R.
Gati juga menjelaskan, pengolahan yang mudah, mesin dan peralatan yang sederhana, membuat tahu tempe banyak diproduksi di seluruh pelosok tanah air. Dominannya berada di Pulau Jawa, yakni di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Sebagian besar adalah pelaku skala kecil. Produk tahu dan tempe merupakan makanan olahan kedelai yang sangat familiar bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup tinggi.
“Hal ini tampak dari konsumsi tahu per kapita sebesar 0,15 kg/minggu dan konsumsi tempe per kapita sebesar 0,14 kg/minggu. Selain itu, hampir 90% kedelai di Indonesia digunakan untuk pembuatan tahu dan tempe, sedangkan sisanya untuk produk lainnya, seperti tauco dan kecap,” tambahnya.
Kemenperin juga terus mendorong pemda untuk membangun atau melakukan revitalisasi sentra IKM tempe-tahu melalui program Dana Alokasi Khusus atau DAK. Hal ini sudah dimulai di beberapa kabupaten/kota, antara lain Malang, Balikpapan, Langsa, dan Kediri.
Pihaknya juga memacu peningkatan daya saing produk melalui inovasi produk atau proses produksi. Misalnya, pelaku IKM Jadah Tempe ‘Mbah Carik’ di Yogyakarta, yang telah melakukan inovasi teknologi produk olahan sehingga umur simpan bisa sampai enam bulan.
“Untuk meningkatkan umur produk agar lebih tahan lama, Jadah Tempe Mbah Carik diproses dengan teknologi retort. Hasilnya bisa bertahan hingga enam bulan sehingga konsumen dari luar Yogyakarta dapat membeli produk ini sebagai oleh-oleh,” paparnya.
Selain untuk meningkatkan efisiensi dalam hal biaya, energi dan waktu, Kemenperin juga memberikan pendampingan pilot project implementasi 4.0 pada IKM Keripik Tempe Sanan di Malang yang dilakukan oleh Tempeniza.
Tempeniza merupakan pemenang Startup4Industry tahun 2019 dan merupakan produsen mesin berbagai kebutuhan pengolahan tempe dengan mengedepankan teknologi yang efisien dan terjangkau bagi UMKM tempe Indonesia.
Tempeniza juga menghadirkan solusi bagi pengusaha tempe skala kecil dengan merintis perusahaan mesin pengolah tempe higienis berdaya listrik rendah dan dijual dengan harga yang ekonomis.