Ilustrasi. Foto: Pexels.
Ilustrasi. Foto: Pexels.

Jakarta, MNEWS.co.id — Pernahkah Anda melihat postingan akun Instagram yang tidak Anda follow di timeline, dengan tulisan “sponsored”? Atau menemukan hasil pencarian di Google dengan kata “ads” paling atas?

Kedua hal tersebut adalah salah satu cara beriklan di era digital lewat Performance Marketing. Selain Instagram dan Google, ada Facebook ads yang setia menghiasi sisi kanan atau pojok atas beranda laman Facebook Anda.

Andi Surja Boediman, Managing Partner Ideosource Venture Capital yang berpengalaman di bidang advertising, investment & perfilman, berbagi pengalamannya terkait media dan advertising.

Media itu, kata Andi, bukanlah tujuan, tapi cara mencapai tujuan. Namanya juga “media”. Nah, kita perlu mengetahui strategi apa yang harus digunakan, disesuaikan dengan target market dan jenis medianya.

Andi menuturkan, beriklan lewat performance marketing seperti Facebook dan Google itu menguntungkan untuk meningkatkan engagement dengan audiens, tapi kurang tepat untuk membangun brand.

“Sekarang semua orang adalah market. Untuk membangun brand, Anda tidak bisa menggunakan performance marketing, tapi gunakanlah media Out of Home (OOH),” pungkasnya dalam acara The Future of Advertising & Key Trends Facing 2020 and Beyond, di Plug and Play Indonesia, Jakarta, Rabu (24/7/2019) malam.

Andi Surja Boediman, Managing Partner Ideosource Venture Capital dalam acara The Future of Advertising
& Key Trends Facing 2020 and Beyond, di Plug and Play Indonesia, Jakarta, Rabu (24/7/2019) malam.
Foto: (doc/MNEWS).

Mengapa media OOH offline seperti TV, billboard, dan lainnya menjadi penting dalam membangun sebuah brand?

Pria yang mengaku telah menghidupi mimpinya di dunia film tersebut memaparkan, media OOH bisa menarik perhatian dari semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali, sehingga brand awareness yang ingin dibangun bisa semakin menguat. Sedangkan jika beriklan lewat media online seperti Facebook, Instagram, dan Google, biaya yang dibutuhkan lebih besar karena khusus untuk pasar yang lebih segmented.

Sebagai contoh, iklan Gojek yang menggunakan karangan bunga dengan kata-kata minimalis yang ditempatkan di bagian luar gedung-gedung di Jakarta. Strategi tersebut dinilai sangat berhasil karena mampu menarik perhatian masyarakat. Keunikan bentuk advertising tersebut memancing orang untuk foto dan posting di akun media sosial masing-masing. Reaksi berantai sharing di dunia online itu malah menjadi bonus iklan tersendiri dari OOH.

Sebagai praktisi di dunia pemasaran dan perfilman, Andi juga mencontohkan strategi marketing film Keluarga Cemara yang brilian. Film yang melibatkan Ringgo Agus Rahman sebagai Abah tersebut mengajak Gojek untuk bekerja sama memperkuat peran seorang ayah yang menjadi supir ojek online. Hal yang relevan dengan banyak orang ini tidak hanya sukses jadi viral, tapi juga berhasil mengaduk emosi masyarakat yang akhirnya otomatis menjadi media advertising tersendiri.

Dalam hal ini, relevansi menjadi salah satu faktor terpenting dalam membuat sebuah advertising campaign. Untuk menjangkau audiens, kita perlu menggunakan bauran media dengan cerita dan pesan yang relevan. OOH menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan brand awareness serta talkability di ranah publik.

Pada akhirnya, beriklan memang bukan semata-mata tentang konten dan konteksnya yang bisa direlasikan oleh banyak orang, tapi juga menggabungkan antara media offline dan online dengan strategi yang tepat.