Ilustrasi produk halal. (Foto: Istimewa)

MNEWS.co.id – Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengusulkan penundaan aturan wajib sertifikasi halal bagi pelaku UMKM. Aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) ini mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman (mamin) bersertifikat halal mulai 17 Oktober 2024.

Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Kemenkop UKM) Hanung Harimba Rachman, meminta agar kebijakan sertifikasi halal untuk UMKM ditunda, lantaran banyak pelaku usaha yang belum siap.

“Pak Menteri (Teten Masduki) kemarin sudah menyampaikan, kalau kita lihat bahwa beberapa badan badan penyedia itu tidak siap kayaknya. Jadi harusnya penerapannya kita berharap ditunda atau pendekatannya berubah, yang haram yang wajib pakai sertifikat. Jadi jangan mempersulit UMKM,” kata Hanung.

Penundaan aturan wajib sertifikasi halal diharapkan dapat memberikan waktu bagi UMKM untuk mempersiapkan diri. Kemenkop UKM akan terus melakukan edukasi dan pendampingan kepada UMKM agar dapat memenuhi persyaratan sertifikasi halal.

Aturan ini berlaku bagi pedagang kaki lima (PKL) hingga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Jika sampai batas waktu belum memiliki sertifikat halal, maka pemerintah akan memberikan sejumlah sanksi. 

Lebih lanjut, Hanung menilai jika kebijakan tersebut terpaksa diterapkan, maka semua UMKM belum pasti mengantongi sertifikat halal tersebut sampai pada batas waktu yang ditentukan.

Hanung menyebut, kapasitas layanan sertifikasi halal hanya mampu mengeluarkan sertifikat halal untuk sekitar 200 produk per tahun. Padahal, menurutnya banyak pelaku UMKM memiliki lebih dari satu produk.

“Padahal UMKM kita puluhan juta, nggak akan tercapai itu. Lebih baik dari awal kalau saya ya ditunda,” ujarnya.

Di sisi lain, Hanung mengingatkan terdapat puluhan juta UMKM di seluruh Indonesia yang berhak mengakses layanan sertifikasi tersebut apabila mandatori dijalankan.

Menurutnya, aturan mandatori halal sebaiknya lebih diprioritaskan terhadap usaha penyedia bahan baku. Misalnya, sertifikasi halal pada rumah potong hewan.

Bahan baku yang tersertifikasi halal dianggap bakal lebih menjamin kehalalan produk turunan yang diproduksi oleh UMKM.

Menurutnya, tugas Pemerintah bukan hanya mengurus mengenai sertifikasi halal saja, melainkan yang terpenting adalah mendorong UMKM terus berkembang usahanya. 

“Tugas kita itu tidak hanya sertifikasi halal, memberi makan mereka itu lebih penting. Jangan sampai UMKM kita ini nggak bisa makan. Lapangan kerja, kehidupan UMKM itu sangat penting, karena 99% lapangan kerja diciptakan UMKM,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) Muhammad Aqil Irham menjelaskan, sanksi yang akan diberikan bagi PKL maupun UMKM yang belum mengantongi sertifikat halal berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.

Sanksi tersebut sesuai tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021. Berdasarkan regulasi JPH, terdapat tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut.

Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.