Cianjur mempunyai batik khas, yang dibina melalui UMKM di bawah pendampingan Dompet Dhuafa. (Foto: dok. KMM)

Cianjur, MNEWS.co.id – Batik tidak hanya dari Pekalongan, Jogja maupun Solo, ternyata di Cianjur mempunyai Batik khas, yang dibina melalui UMKM di bawah pendampingan Dompet Dhuafa.

Melalui Karya Masyarakat Mandiri (KMM) bekerja sama dengan CSR PT TIV Plant Cianjur, memiliki fokus program untuk penguatan usaha UMKM Batik yang sudah berjalan namun perlu ada peningkatan.

Menurut Hikmatullah selaku Coomunity Developmeny KMM, tujuan program ini selain melestarikan budaya lokal dengan batik genturan khas Cianjur juga memberdayakan kaum difabel. Sampai saat ini sudah 20 orang difabel yang dilibatkan  sejak tiga tahun lalu melalui unit usaha yang bernama Dahlia Batik. Usaha batiknya sendiri sudah berjalan sejak 2010.

 “Adanya program pendampingan bersama KMM dan Corporate social Responsibility (CSR) Danone berupa penataan tata letak ruang produksi dan penambahan peralatan produksi yang lebih nyaman bagi teman-teman difabel ketika bekerja,” kata Hikmatullah dilansir dari Republika.

Selain itu pelatihan teknis dan pengembangan usaha untuk meningkatkan kapasitas SDM penyandang difabel pun sudah dilaksanakan. Tak hanya itu, branding dan promosi terkait produk batik pun sudah digencarkan.

Workshop Dahlia Batik Genturan berada di Jalan Raya Sukabumi-Warungkondang, No 42, Cijoho, Desa Cikaroya, Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat, memiliki jumlah produksi kain batik sebelum pandemi Covid-19 per bulan mencapai 300-500 lembar kain batik cap dan 150 lembar kain batik tulis.

“Kain batik cap dengan ukuran 210×115 cm dijual dengan harga Rp125 ribu hingga Rp300 ribu, sementara dalam bentuk pakaian jadi antara Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. Sementara batik tulis berkisar Rp500 ribu hingga Rp3 juta dan kemejanya Rp500 ribu per stel,” tambahnya.

Menurutnya, pembeli tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga pasar luar negeri seperti Malaysia, Belanda dan Jepang. Hanya saja Ia mengakui bahwapandemi Covid-19 tentu saja berdampak terhadap penurunan penjualan batik yang mencapai 70 persen.

“Ke depan, kami punya rencana memperbaiki workshop dan sarana hingga bisa mengembangkan kapasitas produksi batik. Tentunya juga memperbaiki kualitas,” ungkap Hikmatullah.