Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa. (Foto: Istimewa/Berita Satu)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa memberikan tiga rekomendasi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Tujuannya, UMKM bisa memiliki kemitraan secara global dan meningkatkan produk domestik bruto (PDB).

Suharso memaparkan rekomendasi pertama yakni penguatan kelembagaan. Penguatan ini dapat dilakukan melalui Kementerian Koperasi dan UKM sebagai koordinator pelaksanaan program pengembangan UMKM di berbagai kementerian, lembaga, BUMN, dan swasta.

“Bisa juga memberikan insentif bagi perusahaan yang bermitra, misalnya melalui keringanan pajak, penguatan konsultan dan lembaga pendampingan UMKM, misalnya Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) UMKM,” kata Suharso dilansir dari Kontan.

Selanjutnya rekomendasi kedua, penguatan program. Ia mengatakan perlu adanya replikasi kemitraan strategis, yaitu pengembangan UMKM yang didasarkan pada konsep rantai pasok atau rantai nilai.

“Pengembangan atau penyediaan ruang bersama bahan baku atau produksi bagi kelompok atau sentra atau klaster UMKM, perluasan PLUT atau penyediaan expert pool, berisikan para pakar atau praktisi bisnis,” ujarnya.

Penguatan program bisa melibatkan perusahaan, dosen, ahli koperasi, dan ahli hukum untuk menjadi pelatih dan mentor bagi UMKM. Ini juga penting untuk memperluas akses pasar dan pengembangan inovasi pembiayaan UMKM.

Dan yang ketiga yakni mengenai rancangan peraturan pelaksanaan (RPP) yang dimandatkan Undang-Undang Cipta Kerja.  RPP yang sesuai dengan UU Cipta Kerja meliputi perbaikan pendataan melalui basis data tunggal, perumusan kriteria UMKM, kemudahan izin usaha, dan pengelolaan terpadu UMKM. Kemudian pemberian fasilitas dan insentif kemitraan usaha, partisipasi UMKM, dan koperasi pada infrastruktur publik.

Sebelumnya, Bappenas menyebut ada lima permasalahan UMKM di Tanah Air. Pertama, adanya perbedaan definisi UMKM antarlembaga serta belum adanya basis data yang terintegrasi.

Selanjutnya yang kedua adalah jumlah UMKM yang besar belum seimbang dengan kontribusinya PDB. Ketiga, rendahnya UMKM yang terjalin dalam kemitraan. Keempat, akses pembiayaan bagi UMKM asih rendah. Dan yang terakhir, rendahnya pemanfaatan teknologi dalam menjalankan usaha.