Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Jakarta, MNEWS.co.id – Situasi pandemi yang terkendali dan peluncuran vaksinasi sesuai target diharapkan dapat mempercepat normalisasi kegiatan ekonomi Indonesia di tahun 2022.

Dalam dua tahun terakhir di tengah pandemi Covid-19, Pemerintah juga telah menerapkan berbagai kebijakan dan melakukan inisiatif dalam membantu pelaku UMKM dengan fondasi ekosistem usaha yang adaptif.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, dengan fondasi tersebut, menuju di tahun 2022, koperasi dan UMKM diharapkan siap memasuki fase pemulihan transformatif (transformative recovery) dan menargetkan kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto menjadi 63 persen pada 2022. Ia meyakini jika kontribusi itu naik maka juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan melihat situasi tersebut, DBS Group Research menyoroti empat faktor yang harus diperhatikan pada 2022, yaitu dinamika pertumbuhan dan inflasi, normalisasi kebijakan, penyangga eksternal, dan katalis jangka menengah.

Dengan mengecualikan guncangan akibat varian Covid Omicron dan pengetatan moneter Amerika Serikat (AS) yang agresif, DBS Group Research memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tetap berada di kisaran angka 14.000-15.000 pada 2022 dan 2023.

Memasuki 2022, dengan asumsi situasi COVID terkendali akan membuka peluang untuk normalisasi lebih lanjut dalam pengeluaran non esensial, peningkatan lapangan pekerjaan, produksi, dan pertumbuhan investasi. Dengan asumsi normalisasi kegiatan, yang diharapkan berbarengan dengan percepatan permintaan domestik, DBS Group Research mematok perkiraan PDB 2022 sebesar 4,8%, naik dari perkiraan tahun 2021, yang sebesar 3,6%.

Total inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun 2021 kemungkinan rendah, rata-rata sebesar 1,5%, di bawah target Bank Sentral. Ini disebabkan oleh peningkatan harga akibat harga komoditas tinggi yang belum terefleksi secara keseluruhan dan diimbangi dengan harga makanan dan jasa yang terkendali serta permintaan yang masih di bawah normal. Kenaikan inflasi tahun depan akan ditentukan oleh banyak faktor. DBS Group Research memperkirakan inflasi 2022 rata-rata sebesar 3% walau masih dalam target BI, yang sebesar 2%-4%.

Di luar prioritas mendesak, DBS Group Research menyoroti dua bidang yang kemungkinan akan menjadi fokus dalam beberapa tahun ke depan. Pertama, perluasan sektor komoditas hilir.

Untuk meningkatkan manfaat karena Indonesia memiliki cadangan mineral dan juga sebagai eksportir terbesar dunia dalam berbagai komoditas termasuk bijih nikel, timah, tembaga, emas, dan minyak kelapa sawit, pemerintah telah melakukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah dalam mata rantai produksi dengan memperluas kehadiran dalam industri hilir dalam dasawarsa terakhir.

Strategi ini sedang dihidupkan kembali, dengan otoritas mengisyaratkan penghentian ekspor sebagian besar komoditas mentah dan mendorong investasi ke industri pengolahan sumber daya dalam negeri.

Kedua, mempercepat pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur kemungkinan akan tetap menjadi prioritas, terlepas dari jalur konsolidasi fiskal yang lebih luas.

Pengeluaran fiskal untuk infrastruktur diperkirakan berkurang menjadi Rp366 triliun pada tahun depan dari yang dianggarkan pada tahun ini, sebesar Rp417 triliun, tetapi alokasi lebih besar telah disalurkan ke perusahaan milik negara yang beroperasi di sektor ini, yang akan memperkuat neraca mereka, selain meningkatkan pengeluaran untuk kesehatan. Posisi pendapatan lebih kuat dapat membantu pemerintah meningkatkan alokasi untuk tujuan ini sepanjang 2022.