Ilustrasi keamanan siber. (Foto: Freepik)

MNEWS.co.id – Survei terbaru dari We Are Social dan Kepios 2022 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, kini bahkan mencapai 204 juta pengguna atau sudah digunakan oleh 73,7 persen penduduk Indonesia.

Sejumlah 80,1 persen penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi dan dapat menghabiskan waktu 8 jam 36 menit dalam satu hari menggunakan internet.

Kecakapan digital dibutuhkan masyarakat Indonesia untuk terhindar dari efek negatif internet, salah satunya penipuan dan penyalahgunaan data pribadi.

“Perlindungan data pribadi sangat krusial karena menyangkut privasi individu dan keamanan finansial. Dalam era digital, informasi pribadi menjadi sangat berharga dan, jika disalahgunakan, bisa menyebabkan konsekuensi serius seperti pencurian identitas, penipuan finansial, dan pelanggaran privasi,” kata Dosen Senior Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM Bevaola Kusumasari.

Selama ini, masyarakat Indonesia menggunakan dua layanan digital yang umum digunakan untuk melakukan transaksi yaitu e-commerce dan online banking.

Layanan digital lain termasuk streaming, media sosial, dan aplikasi yang memerlukan login serta transaksi finansial tidak lepas dari penggunaan data pribadi penggunanya.

Fasilitator Komunitas & Penggiat Advokasi Sosial Ari Ujianto mengatakan, data pribadi ini terdiri dari dua yaitu data pribadi umum yang memuat nama, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, tanggal lahir, pekerjaan, alamat rumah, e-mail, nomor telepon, dan lainnya.

Selain itu ada pula data pribadi khusus yang memuat data kesehatan, biometrik, genetika, keuangan, ras atau etnis, preferensi seksual, pandangan politik, data keluarga, data kejahatan, dan lainnya.

Dampak dari penyalahgunaan data pribadi dapat menimbulkan kerugian finansial, pencurian identitas, dan kerugian reputasi.

Keamanan data pribadi ini ada pada tanggung jawab pengguna internet. Oleh karena, itu banyak penipuan di ruang digital terjadi karena memanfaatkan kelengahan pengguna.

Scam, spam, phising, dan hacking adalah bentuk penipuan digital yang banyak terjadi. Scam dilakukan dengan memanfaatkan empati dan kelengahan pengguna, spam umumnya berbentuk pemalsuan atau, penipuan, dan pencurian data yang dilakukan berulang.

Phising biasanya menjebak korban dengan target menyasar orang-orang yang percaya bahwa informasi diberikan ke orang yang tepat, dan hacking dilakukan oleh hacker dengan mencari kelemahan dari sistem komputer.

Berdasarkan studi CfDS UGM awal 2022 terhadap 1.700 responden di 34 provinsi, sebanyak 66,6 persen pernah menjadi korban penipuan online. Ada lima jenis penipuan yang paling banyak yaitu, 36,9 persen berkedok hadiah, 33,8 persen mengirim tautan (link), 29,4 persen penipuan jual beli seperti di Instagram dan lainnya, 27,4 persen melalui situs web atau aplikasi palsu, 26,5 persen penipuan berkedok krisis keluarga.

Selain kecakapan digital untuk sadar dan mawas diri akan penipuan digital, seseorang butuh fondasi keamanan transaksi online dengan memilih platform yang memenuhi kriteria yang baik dalam hal reputasi dan ulasan, enkripsi dan keamanan data (autentikasi), verifikasi identitas kuat, otoritas yang diakui oleh OJK atau BI, kebijakan privasi yang jelas, pembayaran terintegrasi, layanan pelanggan dan garansi.

“Tidak ada yang aman 100 persen di dunia digital, yang bisa kita lakukan adalah mengurangi risikonya sedapat mungkin. Keamanan berbanding terbalik dengan kemudahan, sedikit ribet dan waspada akan membuat kita lebih aman di dunia digital. Selalu waspada ketika berada dalam dunia digital. Selalu berpikir kritis,” kata Bevaola.