Bandung, MNEWS.co.id – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) menargetkan mampu menyerap sekitar 10 juta produk masker yang diproduksi usaha kecil dan menengah (UKM) di Provinsi Jabar. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mendorong perekonomian UKM Jabar di tengah pandemi Covid-19 dan melakukan penanggulangan serta edukasi Covid-19 di Jabar.
“Kami diberikan tugas oleh tim gugus tugas untuk melaksanakan penyerapan produk-produk UKM, khususnya dalam tahap pertama adalah bagaimana menyerap masker, kami punya target 10 juta masker produksi UKM itu diserap oleh Pemprov Jabar,” kata Kusmana Hartadji selaku Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat.
Kusmana menjelaskan upaya Pemprov Jabar untuk menyerap produk-produk masker yang diproduksi oleh UKM ini dibiayai oleh APBD Jabar sehingga dalam hal ini Pemprov Jabar membeli jutaan masker tersebut melalui pos belanja tidak langsung.
Menurutnya, jutaan masker ini akan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Pada tahap awal, pihaknya telah menginventarisasi sekitar 800 sampai 1.000 UKM yang memproduksi APD dan masker tersebut.
“Jadi dari angka segitu, di tahap awal kita ditargetkan ada dua juta masker yang harus kita serap dari UKM, alhamdulillah sudah dilakukan. Ada seleksi karena memang walaupun di masa pandemi ini, tetap proses pengadaan barang jasa kita lakukan bagaimana memilih yang layak,” ungkapnya.
Masker yang sudah dibeli ini, secara bertahap didistribusikan kepada lembaga, dinas, pasar, pesantren dan lembaga lainnya yang membutuhkan masker. Program ini mendapat sambutan baik oleh para pelaku UKM di Jawa Barat.
“Setidaknya tukang jahit ada pemasukan, tertolong. Terus juga tenaga kerja tertolong, produksi bangkit, dan dia minimal ada keuntungan buat mereka untuk bangkit kembali karena kebanyakan memang terhambat dan terdampak,” kata Kusmana.
Kusmana menjelaskan, semenjak awal 2020 terdapat 37.199 UKM di Jawa Barat yang terdampak Covid-19 padahal sebelumnya pada krisis moneter 1998, UKM di Jabar tidak terlalu banyak yang terdampak.
Dari angka tersebut, UKM yang sama sekali berhenti beroperasi sampai 40 persennya, walaupun ada juga yang meningkat sekitar tiga persen.
