Kolaborasi brand Nona dan Sideline. (Foto: Antara)

Jakarta, MNEWS.co.id – Pebisnis fesyen dituntut untuk berkembang mengikuti zaman dan keadaan bila tidak ingin ketinggalan di tengah persaingan. Sudah lewat masa di mana pebisnis fesyen bisa bertahan hanya mengandalkan desain menarik dan busana-busana menawan.

Masa pandemi Covid-19 membuat pemasukan jenama fesyen Nona berkurang secara signifikan karena dulu mereka mengandalkan penjualan di toko fisik atau bazar. “Ketika pandemi itu terjadi memang saya sudah merasakan pentingnya menguatkan online presence,” kata pendiri jenama fashion Nona, Andani Agni Putri.

Perancang yang dulunya engineer perminyakan ini fokus merancang strategi pemasaran secara daring. Rasanya kurang afdol membeli baju tanpa melihatnya dengan mata kepala sendiri, memegang bahan, atau mencoba apakah busana itu cocok di tubuh. Itulah kekosongan yang dirasa konsumen ketika harus berbelanja baju secara daring. 

Andani mengakui tidak mudah mengisi kekosongan tersebut dan beralih membuat strategi, salah satunya yaitu menyiapkan foto-foto produk yang bisa memenuhi kebutuhan konsumen. Sebisa mungkin, Ia ingin konsumen bisa melihat detail-detail produk seperti layaknya berbelanja langsung di toko.

Deskripsi produk dibuat secara detail agar konsumen mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Ini meminimalkan risiko pengembalian atau tukar barang karena yang datang ke tangan konsumen ternyata tidak sesuai harapan.

“Karena online, mau tidak mau kita enggak bisa kasih produk fisik seperti (jual) offline. Kita harus memikirkan bagaimana konsumen bisa merasakan kualitasnya secara visual. Harus memikirkan bagaimana merepresentasikan produk secara visual, itu yang cukup menantang,” ujarnya.

Membangun komunikasi dengan konsumen juga salah satu kuncinya agar bisa tetap dekat di hati pencinta fesyen. Sebagai pengganti tatap muka yang bisa terjadi di toko, upaya mendekatkan diri dilakukan lewat kanal-kanal media sosial. Ia tidak mau sekadar berjualan.

Ia tidak menampik pandemi membuat sebagian konsumen berkurang karena prioritas utama di masa ini adalah memenuhi kebutuhan primer. Tidak semua orang punya kebutuhan untuk berbelanja baju, namun Ia melihat ada sisi lain dari pandemi yang harus disyukuri yaitu potensi konsumen baru.

Penggunaan gawai dan internet yang semakin melekat dalam keseharian membuat iklan daring lebih efektif, lebih banyak orang yang bisa dijangkau saat mengiklankan produk. Ditambah lagi, konsumen juga mau tidak mau harus belajar dan membiasakan diri belanja secara daring.

Digitalisasi yang sangat dinamis membuat Andani tidak bisa lengah. Hal-hal baru selalu harus dipelajari agar bisa bersaing dan kemampuan beradaptasi juga krusial. “Kita juga harus selalu bisa membuka wawasan, apa yang sedang trending di media sosial, apa yang sedang dibahas, social culture dan tren apa yang sedang terjadi. Sebagai pelaku bisnis kita harus tahu bukan cuma  saja, tapi semua yang terjadi di masyarakat,” tambah Andani.

Ia berharap pemerintah memberikan dukungan kepada pelaku UMKM melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan agar para pengusaha kecil bisa tetap menjalankan bisnis di tengah daya beli yang menurun.

Termasuk keringanan pajak agar pebisnis-pebisnis sepertinya bisa punya arus kas yang sehat dan membayar gaji karyawan di saat pemasukan turun. Andani pun mengharapkan pemerintah untuk membantu UMKM yang berpotensi mengekspor produknya ke mancanegara.