Jakarta, MNEWS.co.id – Kebaya merupakan salah satu busana tradisional yang masih eksis hingga saat ini. Bukan hanya bertahan, tapi juga berkembang. Banyak perancang yang memberikan sentuhan modern pada nilai-nilai klasik kebaya.
Busana ini juga dikembangkan sesuai aktivitas masyarakat masa kini yang lebih cocok dengan busana praktis. Di mana ada orang-orang yang memadukan kebaya dengan bawahan modern, seperti rok atau celana panjang agar lebih nyaman.
“Perkembangan bentuk itu menjadi titik eksistensi kebaya yang terhindar dari kepunahan selera zaman,” ujar Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Berlin, Sartika Oegroseno dikutip dari Antara.
Tidak hanya di dalam negeri, eksistensinya telah merambah ke beberapa negara di dunia. Di Jerman, ada Komunitas Selasa Berkebaya di Berlin. Tujuannya tak lain untuk memperkenalkan budaya Indonesia lewat kebaya yang sudah ada sejalan berabad silam.
“Beberapa ibu-ibu pakai kebaya hari Selasa, lalu foto bersama di tempat bersejarah atau tempat wisata di Berlin,” tambahnya.
Kebiasaan suatu kelompok untuk mengenakan kebaya di hari-hari tertentu, kata Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Dr. Pudentia, menjadi upaya untuk menyebarkan ‘virus’ cinta busana tradisional Nusantara.
“Berkebaya adalah salah satu cara membangun identitas diri. Tanpa identitas, kita nyaris tidak bermakna dan tidak berdaya. Kita selalu berusaha menunjukkan identitas dan keberpihakan identitas tertentu. Penulis-penulis dalam buku ini menunjukkan upaya membangun identitas bangsa dengan cara menarik,” ujar Pudentia.
Kebaya sudah ada sejak abad ke-19 dan tidak hanya milik perempuan Jawa. Berdasarkan foto-foto arsip dari masa lampau, ada bukti bahwa kebaya juga dikenakan di Sumbawa hingga Pontianak.
Pudentia menambahkan bahwa kebaya digunakan untuk berbagai keperluan. Mulai dari acara ritual yang formal, sebagai busana resmi untuk menerima tamu hingga busana informal sehari-hari untuk rekreasi.