Ilustrasi Pelaku Industri Batik. (Foto: Vedyana Ardyansah)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) aktif memberikan pelatihan kepada para pelaku industri batik di Indonesia agar semakin berdaya saing global. Upaya ini diharapkan dapat memacu kompetensi para perajin batik sekaligus mendorong terciptanya inovasi produk.

Doddy Rahadi, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin menjelaskan bahwa praktik ramah lingkungan tujuannya untuk menciptakan efisiensi pemakaian bahan baku, air, dan energi. Limbah dari proses pembuatan produk yang telah diakui sebagai warisan dunia tersebut bisa lebih sedikit.

Pelaku usaha perlu memanfaatkan teknologi modern atau hasil riset yang sudah ada. Pengembangan industri yang ramah lingkungan bisa dilakukan mulai dari produksi bersih, konservasi energi, efisiensi sumber daya, proses daur ulang hingga teknologi rendah karbon.
 
“Industri ramah lingkungan merupakan sebuah ikon yang harus dipahami dan dilaksanakan dalam menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan,” kata Doddy.

Doddy menambahkan salah satu fokus materi pelatihan yang diberikan saat itu adalah tentang proses pembuatan batik yang ramah lingkungan. Tujuannya untuk menciptakan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, dan hemat air, sehingga limbah yang dihasilkan lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan implementasi prinsip industri hijau yang dapat mendukung konsep ekonomi secara berkelanjutan. 

“Praktik industri hijau ini sangat penting dan mutlak untuk segera dilaksanakan guna tercapainya efisiensi produksi serta menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Apalagi, industri ramah lingkungan merupakan sebuah ikon yang harus dipahami dan dilaksanakan dalam menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan,” ungkap Doddy.

Titik Purwati Widowati, Kepala BBKB Yogyakarta menjelaskan, kegiatan pelatihan ini berlangsung dari bulan Juni hingga Agustus 2020 dengan materi yang terdiri dari delapan topik mengenai praktik industri yang ramah lingkungan. Misalnya, penerapan manajemen bahan baku dan kimia, penghematan energi dan air, melakukan daur ulang lilin batik dan larutan bekas pewarna, pengolahan limbah batik, serta penetapan Standar Industri Hijau untuk batik.

“Kami berharap, para anggota APBJ mendapatkan pemahaman mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghasilkan produk batik yang ramah lingkungan dan setelah menerapkan langkah-langkah tersebut, para anggota APBJ ini mendapatkan sertifikat industri hijau,” katanya.

Titik menambahkan, kegiatan pelatihan dan pendampingan juga diharapkan menjadi program strategis untuk kembali membangkitkan gairah usaha pelaku industri batik terhadap dampak pandemi Covid-19.