Ilustrasi UMKM. (Foto: Tribunnews)

Jakarta, MNEWS.co.id – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan mengatakan pelaku UMKM merupakan nyawa dan roh bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Ia meminta agar seluruh masyarakat tidak mengecilkan ataupun merendahkan para pelaku UMKM.

Dari 64 juta pelaku usaha yang ada di Indonesia, 99,99% di antaranya adalah UMKM. Dari jumlah itu, 90% merupakan pelaku usaha mikro, seperti pedagangan kaki lima, penjual bakso, dan sebagainya. UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97%.

Rully  mengajak kalangan kampus untuk mempersiapkan diri menjadi pelaku usaha. Selain itu, perlu adanya kebijakan yang berpihak pada UMKM. Menurutnya, di tengah pandemi seperti sekarang, pemerintah harus berada di depan. Karena, hanya belanja pemerintah yang bisa menggerakkan ekonomi. Untuk itu, alokasi APBN pun mengalami refocussing. Yakni, untuk jaring pengaman sosial, kesehatan, dan pemulihan ekonomi.

“Yang pertama dibidik adalah UMKM. Saat ini, semua menteri fokus dan bicara UMKM. Karena, di masa pandemi ini, yang mampu menggerakkan ekonomi bangsa hanya UMKM,” tambahnya.

Untuk usaha mikro, saat ini sudah menikmati Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp2,4 juta perorang. “Ada yang jualan di sekolah, tapi sekolahnya tutup, sehingga modal tergerus untuk kebutuhan sehari-hari. Pemerintah hadir melalui program hibah BPUM,” ujar Rully.

Tahun ini, telah disiapkan sebesar Rp28 triliun bagi 12 juta pelaku usaha mikro yang bisa mendapatkan Banpres Produktif. Selain itu ada juga program relaksasi kredit, subsidi bunga, dan lainnya. Untuk koperasi, ada LPDB KUMKM. Semua itu dilakukan agar ekonomi masyarakat bisa jalan dan bergerak serta membantu UMKM untuk bangkit. Hal itu dijalankan karena rontoknya bisnis UMKM bukan hanya dari sisi supply saja, melainkan juga terkena pada sisi demand.

Untuk mempercepat pergerakan UMKM, Rully mendorong para pelaku UMKM untuk bergabung dalam wadah koperasi. Karena apabila pelaku UMKM jalan sendiri-sendiri, maka akan sulit untuk berkembang. Bahkan, sesama mereka bisa saling menjatuhkan.

“Dengan UMKM tergabung dalam koperasi, akan memiliki bargaining position yang kuat, termasuk dalam menentukan harga jual produknya,” ujar Rully.

Ia menambahkan pelaku UMKM membutuhkan koperasi sebagai agregator. Nantinya, UMKM fokus dalam memproduksi, sedangkan koperasi yang akan mengurus penjualan, bahan baku, akses pembiayaan, hingga perijinan. Oleh karena itu saat ini koperasi berdiri karena ada kebutuhan dari pelaku UMKM.

Sementara terkait peran perguruan tinggi,  Rully mengajak setiap kampus untuk membangun jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa. “Ketika para mahasiswa lulus nanti, mereka tidak masuk ke dalam golongan pencari kerja, tapi sudah mampu menciptakan lapangan kerja,” pungkasnya.