Ilustrasi pelaku perjalanan. (Foto: ANTARA)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kasus COVID-19 di Indonesia belakangan ini kembali mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan masuknya varian baru BA.4 dan BA.5.

Dikutip dari detikhealth, kasus COVID-19 mingguan tercatat naik 105 persen. Sementara pasien positif COVID-19 per Rabu (22/6/2022) nyaris melampaui dua ribu kasus.

Ahli mendesak pemerintah untuk kembali memperketat pembatasan COVID-19, salah satunya dalam hal kebijakan syarat perjalanan.

Satgas Waspada dan Siaga COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan menilai tes negatif PCR COVID-19 sudah sewajarnya kembali menjadi persyaratan bagi pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN). Terlebih, harga PCR kini disebutnya sudah jauh lebih terjangkau.

“Aturan PCR negatif untuk pelaku perjalanan kembali diberlakukan, mengingat harga tes semakin murah,” kata Erlina dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2022).

Sementara pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia, juga meminta pemerintah melakukan pengetatan. Namun, dalam hal tes COVID-19, menurutnya tidak perlu diwajibkan tes PCR.

Menurut Dicky, rapid test antigen sudah cukup akurat dan harganya relatif tidak mahal bagi masyarakat.

“Menurut saya bisa dengan ketentuan tetap yang dua dosis apalagi 3 dosis bisa tetap diberikan insentif dalam bentuk tidak diharuskan rapid test antigen asal wajib masker, jumlah pembatasan tergantung kapasitas tetap harus ada, karena sekali lagi ini ancaman serius Omicron BA.4 dan BA.5,” terangnya.

Merespons hal tersebut, juru bicara Satgas COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito tidak menampik kemungkinan bakal adanya kebijakan ketat jika kasus Corona kembali meningkat tajam.

“Pemerintah terus memantau perkembangan kasus COVID-19 dan menyiapkan langkah mitigasi sesuai kebijakan level PPKM,” kata Wiku dikutip MNEWS.co.id dari detikhealth.

Wiku menjelaskan jika pihaknya juga selalu berkonsultasi dengan para pakar kesehatan dan asosiasi profesi terkait langkah penanganan yang terbaik.

“Tidak menutup kemungkinan akan ada pengetatan screening atau langkah mitigasi lainnya jika kasus terus meningkat,” sambung Wiku.