Ilustrasi Bisnis Thrift Shop. (Foto: IDN Times)

Jakarta, MNEWS.co.id Thrift shop menjadi tempat yang cukup banyak dicari anak muda saat ini, utamanya para penyuka fesyen. Meskipun sebenarnya konsep bisnis thrift shop tidak mengarah pada fesyen saja, tetapi juga aksesoris, jam tangan, bahkan furnitur.

Thrift shop adalah istilah yang hadir setelah adanya istilah lain mengenai penjualan barang bekas seperti preloved, second hand, atau pasar loak. Saat ini, orang lebih banyak menggunakan istilah thrift shop untuk mendefinisikan tempat yang menjual barang bekas.

Di thrift shop, baik online maupun offline, kita bisa mendapatkan pakaian bekas layak pakai dengan harga miring. Tak jarang, baju-baju yang dijual adalah baju dari label brand ternama.

Bagi orang-orang, berbelanja di thrift shop menarik karena beberapa alasan. Pertama karena harganya yang murah. Terkadang, mendapatkan item berkualitas dengan harga miring memberikan pengalaman dan kepuasan tersendiri bagi pembelinya.

Melansir The Business Plan Shop, generasi milenial dan generasi Z adalah pendorong di balik menjamurnya bisnis thrift shop. Dengan konsep thrift shop yang berarti belanja hemat, mereka mendukung gerakan ramah lingkungan sekaligus sebagai gerakan melawan industri fast fashion yang bergerak sangat cepat dengan koleksi baru bermunculan setiap harinya.

Mengutip Thrift World, studi menunjukkan rata-rata orang Amerika membuang 81 pound pakaian setiap tahun, yang sebagian besarnya mengandung poliester yang jika tidak terurai akan mencemari lingkungan. Berdasarkan data, industri fesyen juga menyumbang sekitar 10 persen dari emisi gas rumah kaca global.

Industri fast fashion juga disebut-sebut menjadi penyebab kurangnya ketersediaan air untuk keperluan minum. Sebagai contoh, dibutuhkan 650 galon air untuk membuat satu bahan katun baru. Sehingga konsep thrift shop dianggap mampu membantu mengurangi penggunaan air untuk pembuatan bahan baku pakaian baru.