Ilustrasi. Foto: Modalku.
Ilustrasi. Foto: Modalku.

Jakarta, MNEWS.co.id – Maraknya penipuan dan investasi bodong dengan mengatasnamakan koperasi kian marak beredar di masyarakat. Berbagai modus pun dilancarkan, mulai dari menggunakan nama pejabat dan tokoh-tokoh terkenal, hingga berkedok investasi dengan bunga tinggi yang menggiurkan. Masyarakat khususnya para pelaku usaha yang akan mengakses permodalan atau meminjam uang lewat koperasi, harus berhati-hati dan lebih cermat lagi dalam melakukan crosscheck terhadap lembaga terkait.

Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Suparno, mengatakan bahwa fenomena penipuan mengatasnamakan koperasi ini sudah semakin mengkhawatirkan. Jumlah koperasi di Indonesia yang tidak sedikit menyebabkan lemahnya pengawasan, terlebih ada banyak koperasi yang belum berbadan hukum di berbagai wilayah di Indonesia.

“Total ada 142.142 unit koperasi yang aktif secara nasional. Namanya bermitra dengan koperasi ini memang harus militan, karena masyarakat dan pelaku UKM jika ingin meminjam (uang) ke bank, tidak cukup sekali (jadi),” ujar Suparno dalam Forum Group Discussion bertajuk “Waspada Penipuan Berkedok Koperasi” di Ruang Rapat Lantai 4, Gedung Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Selasa (4/12/2018).

Ia menegaskan, Kementerian Koperasi dan UKM sudah mengeluarkan sejumlah peraturan sebagai landasan pengawasan koperasi di Indonesia. Satgas Pengawas Koperasi yang dibentuk di daerah-daerah pun sudah lengkap. Namun, Suparno meminta kepada masyarakat yang merasa dirugikan untuk segera melaporkan kepada pihak berwajib atau kepolisian.

“Kita akan tahu ada penipuan kalau ada laporan dari masyarakat. Biasanya, kita tahu itu semua juga dari media massa. Karena, inti dari pengawasan ini adalah perlindungan terhadap masyarakat dan gerakan koperasi di Indonesia, dari praktek penipuan investasi berkedok koperasi,” imbuh Suparno.

Forum Group Discussion bertajuk “Waspada Penipuan Berkedok Koperasi” di Ruang Rapat Lantai 4,
Gedung Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Selasa (4/12/2018). Foto: (doc/MNEWS).

Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam Lumban Tobing menuturkan, yang terjadi di lapangan para penipu tersebut jauh lebih canggih dari pengawasnya. Menurutnya, hal ini disebabkan karena masyarakat yang mudah tergiur keuntungan yang besar. Adanya bunga tinggi, belum paham mengenai investasi, serta keserakahan bisa memotivasi korban untuk jatuh pada jurang penipuan.

Ia menambahkan, dampak yang ditimbulkan pun cukup serius. Selain menimbulkan ketidakpercayaan dan image negatif terhadap produk keuangan, penipuan yang terjadi juga bisa menimbulkan potensi instabilitas serta mengganggu proses pembangunan. Tongam mencontohkan, ada koperasi di Cirebon yang notabene kota religius, melakukan penipuan menggunakan nama ulama, sehingga ada banyak masyarakat yang tertipu.

“Pengurus koperasi perlu fit and proper. Harus punya kompetensi, integritas dan masalah keuangan. Koperasi kita ini sangat terpaku pada kegiatan konvensional, tidak melihat ke arah digital. Contohnya fintech, ngga ada koperasi satu pun. Ini juga jadi tugas bersama, bagaimana koperasi berkembang besar. Koperasi bisa juga melakukan kegiatan fintech,” jelas Tongam.

Lebih lanjut Tongam berpesan kepada masyarakat untuk mengkonfirmasi terlebih dahulu, apakah koperasi yang menawarkan pinjaman atau investasi tersebut sudah terdaftar dan berbadan hukum, ataupun tidak. Lebih baik datang langsung ke koperasi resmi dan jangan mudah percaya adanya akses pinjaman atau investasi melalui online dengan sistem transfer, tanpa menyerahkan berkas atau dokumen resmi kepada petugas yang berwenang. 

Ia memberikan beberapa solusi untuk mengatasi penipuan atau investasi bodong berkedok koperasi ini, salah satunya dengan tindakan preventif. Harus dilakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang koperasi. Survei tingkat literasi masyarakat terhadap koperasi juga harus dilaksanakan. Nantinya, akses informasi tersebut bisa digunakan untuk mendata koperasi mana saja yang legal dan terdaftar di situs resmi.

“Penting untuk menciptakan sistem pengawasan dan pelaporan yang tidak membebani, tapi mewajibkan pengawas memberikan laporan. Kita bentuk sistem pengawasan yang terpadu,” tutup Tongam.