Bangkok, MNEWS.co.id – Kerjasama Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang diselenggarakan ASEAN sedang dinegosiasikan di Bangkok, Thailand, minggu ini. Kesepakatan perdagangan mega regional yang melibatkan enam belas negara dari Asia-Pasifik tersebut akan mempengaruhi kebijakan dan keterlibatan publik.
Namun, sejumlah ahli menilai RCEP tersebut masih belum berhasil, karena dianggap telah melanggar standar internasional mengenai transparansi dan keterlibatan publik.
Sam Cossar dari Friends of the Earth International mengatakan bahwa RCEP telah gagal karena tidak adanya transparansi publik, yang justru berpotensi menyebabkan timbulnya korupsi.
“RCEP merupakan kesepakatan dagang rahasia yang gagal memenuhi standar yang diakui secara internasional. Kerahasiaan ini akhirnya mengakibatkan korupsi dan keputusan yang buruk. Rakyat memiliki hak untuk mengetahui apa yang sedang dinegosiasikan dengan atas nama mereka,” ujar Sam dalam rilis yang diterima MNEWS pada Senin, (23/7/18).
Benny Kuruvilla dari Transnational Institute mengatakan bahwa RCEP telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip federalisme yang diabadikan dalam Konstitusi India.
Adanya kritik dan protes dari para ahli terkait hasil perundingan RCEP yang dinilai gagal ini disebabkan tidak adanya akses publik terhadap informasi yang memadai. Hal ini mencakup diabaikannya ketersediaan publik terhadap informasi resmi mengenai negasi negara, kegagalan dalam merilis draft teks dan rincian posisi pemerintah yang memadai.
Kemudian kurangnya penilaian dampak pada sosial, ekonomi dan lingkungan yang independen, menciptakan kesulitan bagi para jurnalis untuk secara akurat melaporkan kesepakatan dagang ini. Selain itu kehilangan peran dan masukan dari parlemen Asia dan pejabat terpilih.
Rachmi Hertanti, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice, menyatakan bahwa RCEP tidak menyediakan ruang demokrasi sehingga patut ditolak.
“Ruang untuk proses demokrasi di dalam RCEP harus dibuka. Apabila ruang demokrasi ini tidak tercipta, maka RCEP harus ditolak karena melanggar hak asasi manusia,” tandas Rachmi.
RCEP yang baru dimulai pada Senin, (23/7/18) ini nantinya akan membahas seputar perdagangan barang dan jasa, investasi, kerjasama ekonomi dan teknis, kekayaan intelektual, penyelesaian sengketa, e-commerce, usaha kecil dan menengah (UKM) dan masalah perekonomian lainnya.