Photo by Andrew Buchanan on Unsplash.
Photo by Andrew Buchanan on Unsplash.

Jakarta, MNEWS.co.id – Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada 4 Februari 2019 kemarin telah berlalu. Namun, jumlah penderita kanker di Indonesia kian meningkat. Tercatat, Indonesia menempati peringkat ke-23 di dunia dengan penderita kanker terbanyak, dan urutan ke-8 di Asia Tenggara.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi tumor atau kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan, dari sebelumnya berjumlah 1,4 per seribu penduduk di 2013, berubah menjadi 1,79 per seribu penduduk di 2018. World Health Organization (WHO) juga menunjukkan data pada tahun 2018, kanker menjadi salah satu penyakit yang cukup tinggi terjadi di Indonesia yakni sebesar 2,1 juta kejadian per tahun.

Hal ini tentu saja menjadi kabar buruk bagi Indonesia, sebab masih banyak masyarakat yang menerapkan pola makan serta gaya hidup yang kurang sehat. Tetapi, ada kabar baik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menemukan potensi laut untuk mengatasi kanker.

“Salah satu pemicu kanker di antaranya karena pola makan yang salah, faktor genetik dan zat karsinogen dalam tubuh,” jelas Ratih Pangestuti, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI pada kegiatan Media Briefing Hari Kanker Sedunia pada Senin (4/2) di Jakarta, dilansir dari LIPI.

Ratih menjelaskan, Indonesia memiliki potensi kelautan yang bisa dimanfaatkan untuk mencegah dan mengobati kanker. “Indonesia memiliki 1000 spesies rumput laut. Rumput laut coklat seperti Padina sp. dan Sargasum sp. mengandung fucoxanthin yang potensial sebagai antikanker,” jelasnya.

Selain itu, tambah Ratih, juga ada spons laut untuk identifikasi senyawa aktif dan ekstrak dengan aktivitas antikanker yang potensial.

Beberapa kendala yang saat ini dihadapi untuk mengembangkan rumput laut sebagai obat antikanker adalah kesulitan dalam koleksi sampel. “Senyawa aktif hanya ada dalam kuantitas yang sedikit serta toksisitas senyawa aktif dan produksi senyawa yang berkelanjutan dapat memperlambat seluruh proses,” ungkapnya.

Sementara untuk menjadikan rumput laut sebagai bahan pangan untuk mencegah kanker, Ratih menjelaskan pola konsumsi yang masih salah. “Pola konsumsi masyarakat masih tidak proporsional untuk mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung omega 3 dan omega 6 yang mampu mencegah penyakit jantung dan kanker,” tambah Ratih.

Ini menjadi peluang bagi LIPI dan para peneliti atau akademisi bekerja sama dengan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk memproduksi penganan yang mengandung rumput laut. Kerap kita jumpai makanan ringan maupun minuman dengan kandungan rumput laut. Selain menjadi peluang usaha, sekaligus bisa menjadi solusi alternatif untuk mencegah kanker.

Desriani, peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI menjelaskan saat ini LIPI tengah mengembangkan Kit Deteksi Biomarker Kanker Panyudara HER-2 yakni alat deteksi kanker yang dapat digunakan melalui pemeriksaan DNA.

“Kit diagnostik penentuan status HER-2 telah berhasil divalidasi dengan metode gold standar CISH. Tingkat kesesuaiannya tinggi mencapai 86% dan diharapkan bisa membantu mendeteksi dini penyakit kanker,” pungkas Desriani.