Ilustrasi Dollar. Foto: Pexels.
Ilustrasi Dollar. Foto: Pexels.

Jakarta, MNEWS.co.id – Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik mengungkapkan bahwa menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah harus dijadikan momentum dan peluang bagi pelaku UMKM untuk memasuki dan meningkatkan pasar ekspor.

“Ini merupakan peluang emas bagi produk UMKM yang bahan bakunya bukan dari impor. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah mengembangkan rantai pasokan produk yang dikoordinir oleh pelaku UMKM yang sudah melakukan ekspor,” jelas Damanik pada acara Workshop Strategi KUMKM Dalam Menghadapi Dampak Perdagangan Bebas, di Jakarta, Rabu (3/10/18).

Untuk itu, Damanik mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan pemahaman KUMKM dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang usaha dari implementasi perdagangan. Termasuk meningkatkan sinergitas antara pelaku usaha (KUMKM) dengan stakeholders dalam pengembangan dan pemasaran produk KUMKM, sehingga produk KUMKM makin kompetitif di pasar global.

“Kami juga mendorong pelaku usaha KUMKM melakukan ekspor sendiri tidak melalui perantara atau pengusaha besar, sehingga nilai tambah lebih besar diperoleh,” tandas Damanik.

Damanik menambahkan, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Juli 2018 mencapai US$104,24 miliar. Sedangkan nilai ekspor yang dilakukan UMKM sampai dengan akhir tahun 2017 sebesar US$28,21 miliar atau sebesar 17%.

“Dari angka tersebut, nilai ekspor UMKM Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya seperti Filipina 25%, Malaysia 28%, dan Thailand 35%,” tukas Damanik.

Ketika pasar Asean terbuka lebar dan luas, kata Damanik, pangsa pasar produk UMKM Indonesia tidak lagi berkutat di pasar nasional dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa. Melainkan sudah menjadi 600 juta jiwa total penduduk negara-negara Asean.

“Tak bisa dibendung bahwa pasar kita akan dibanjiri produk impor. Oleh karena itu, saya berharap bahwa UMKM kita bisa bertahan di pasar dalam negeri yang besar potensinya, sambil mengincar dan berupaya masuk ke pasar di luar,” tegasnya.

Menurut Damanik, UMKM perlu didorong untuk melakukan kegiatan ekspor agar dapat memperoleh manfaat dari kegiatan ekspor dalam bentuk meningkatkan kemampuan berkompetisi di pasar yang lebih luas, bukan hanya untuk pasar domestik.

“Oleh karena itu, UMKM perlu untuk memiliki kemampuan menghadapi persaingan yang bersifat global,” tukas Damanik.

Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Abdul Kadir Damanik
pada acara Workshop Strategi KUMKM Dalam Menghadapi Dampak Perdagangan Bebas,
di Jakarta, Rabu (3/10/18). Foto: (doc/KemenkopUKM)

Manfaat lain, lanjut Damanik, UMKM memperoleh tingkat keuntungan usaha yang lebih tinggi karena apresiasi mata uang asing serta yang makin luasnya pasar produk UKM dengan daya beli yang kemungkinan juga lebih tinggi di pasar luar negeri.

“Juga hal itu memberikan kesempatan berusaha yang lebih besar termasuk kemungkinan kerjasama antar UKM Indonesia dengan perusahaan di luar negeri,” imbuhnya.

Selain itu, manfaat dari UMKM melakukan ekspor adalah pertumbuhan usahanya yang relatif lebih stabil karena risiko usaha UMKM terbagi ke banyak pasar, bukan hanya di pasar domestik. Selain itu meningkatkan kontribusi UMKM terhadap perolehan devisa negara.

“Yang tak kalah penting adalah UMKM mampu meningkatkan surplus perdagangan yang pada akhirnya meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tegas Damanik.

Meski begitu, Damanik mengakui bahwa rendahnya nilai ekspor yang dilakukan UMKM dikarenakan beberapa hal. Diantaranya, kuantitas atau volume, pemenuhan standar ekspor termasuk packaging sebagai komoditi internasional, kecepatan proses produksi, dan kontinuitas suplai yang belum dapat dipenuhi para UMKM Indonesia.

“Selain hal tersebut, pemberlakuan perdagangan bebas juga merupakan tantangan yang tidak hanya internal di dalam negeri, tetapi juga tantangan eksternal dengan negara lain,” tambahnya.

Salah satu pembicara workshop, Tenaga Ahli Bidang Strategi Promosi dan Pemasaran FTA Center Ditjen PPEI Kemendag Aryoko Mochtar mengatakan, menjadi pemain global bukan lagi pilihan, melainkan merupakan suatu keharusan bagi para pelaku UMKM dalam negeri untuk bisa tetap eksis di dunia perdagangan.

“Pemerintah Indonesia dengan beberapa negara sudah membuat perjanjian perdagangan atau Free Trade Agreement, dimana perdagangan barang dan jasa tertentu hasil perjanjian dapat melewati perbatasan negara masing-masing tanpa dikenakan hambatan tarif atau hambatan non tarif saat melakukan perdagangan internasional,” papar Aryoko.

Sementara itu, salah seorang pelaku UKM ekspor bernama Yennas Chandra mengungkapkan, bagi UMKM yang telah siap menghadapi persaingan global, maka perdagangan bebas merupakan kesempatan besar untuk mendapatkan keuntungan yang besar juga.

“Sebaliknya, bagi UMKM yang tidak siap, akan bangkrut karena produknya tidak mampu bersaing dengan produk impor, atau kalah kualitas dan kalah harga,” kata Yennas.

Di samping itu, kata Yennas, bila UMKM Indonesia tidak siap bersaing, maka pasar domestik akan menjadi pasar empuk bagi negara-negara lain.

“Karena UMKM kita bangkrut dan tidak produksi lagi, maka akhirnya kita hanya akan menjadi pedagang, distributor, dan konsumen saja,” ungkap Yennas.

Yennas pun menyarankan, UMKM yang kecil-kecil harus bergabung membentuk koperasi yang modern (Modern Cooperative) yang dipimpin oleh team management dengan sistem rekrutmen pengurus yang profesional, kompeten, dan berintegritas.

“Karena telah terbukti bahwa koperasi-koperasi di luar negeri sangat berhasil dan telah banyak menjadi perusahaan raksasa. Misalnya, Japan Agriculture Cooperative di Jepang, Fairprice di Singapura, hingga koperasi-koperasi besar lainnya asal AS seperti Ace Hardware,” pungkas Yennas.