Peserta pada Workshop Racik Kopi yang diselenggarakan Bekraf di Magelang, 24-25 Juli 2019 praktek menggunakan peralatan pembuat kopi. (Foto: Bekraf)
Peserta pada Workshop Racik Kopi yang diselenggarakan Bekraf di Magelang, 24-25 Juli 2019 praktek menggunakan peralatan pembuat kopi. (Foto: Bekraf)

Magelang, MNEWS.co.id – Seiring perubahan gaya hidup masyarakat, barista menjadi sebuah profesi yang memiliki peluang untuk memberi nilai tambah dan keuntungan dalam industri kopi tanah air. Kebanyakan masyarakat belum terlalu paham kompetensi apa yang harus dimiliki barista. Seorang barista dituntut untuk bisa kompeten. Kompeten yang dimaksud adalah kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja.

Hal ini diungkapkan Ketua Masyarakat Kopi Indonesia (MKI) Edy Panggabean dalam acara Workshop Racik Kopi yang diselenggarakan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di Hotel Safira Magelang, Jawa Tengah (24/7/2019). Di tempat ini Bekraf menyelenggarakan pelatihan bagi para barista maupun masyarakat pecinta kopi yang ingin tahu lebih banyak tentang pengolahan kopi serta apa saja kompetensi yang harus dimiliki seorang barista.

“Kebanyakan orang hanya bisa membuat kopi, membuat espresso, atau latte art, padahal kompetensi tidak seperti itu. Ia juga harus bisa bekerjasama dengan koleganya. Ia juga harus bisa berkomunikasi dengan kliennya,” ujar Edy. Meskipun diakuinya bahwa ada banyak pelatihan sejenis namun tidak berbasis kompetensi.

Pada acara ini Edy menjelaskan bahwa ketiga aspek kompetensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam 12 kompetensi yang harus dimiliki seorang barista. Kompetensi tersebut yakni kemampuan mengelola bahan baku, mengelola peralatan dan perlengkapan, mengelola area kerja, menangani pelanggan, mengoperasikan peralatan, memutakhirkan pengetahuan tentang kopi, menangani situasi konflik, mengikuti prosedur keselamatan, kesehatan dan keamanan kerja, berkomunikasi secara lisan Bahasa Inggris dasar, bekerja sama dengan kolega dan pelanggan, menyiapkan dan menyajikan minuman non alkohol, serta mengoperasikan bar.

Edy mengawali dengan paparan gamblang dan mendalam seputar produk kopi, filosofi, penyajian kopi hingga sikap yang dituntut dari seorang barista yang kompeten. Selanjutnya peserta dibagi dalam empat kelompok untuk mempraktekkan penggunaan alat-alat pembuat kopi, diantaranya tampak grinder dan rok presso. Peserta diajarkan mulai dari cara membedakan kopi arabika dan robusta, cara membuat espresso hingga seni melukis kopi (latte art). Selain Edy, empat orang instruktur lain turut membimbing peserta di sesi mengoperasikan peralatan yang berlangsung selama dua hari, yakni H. Marthin Lase, Rabika Fakabir, Candra Setiawan dan Johanes.

Turut hadir memberikan sambutan dan pengarahan, Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif Poppy Savitri. Di sela-sela acara Poppy menyampaikan agar melalui acara ini peserta dapat lebih memahami cara meracik kopi yang berstandar nasional, berbasis SKKNI. Harapannya, setelah selesai mengikuti kegiatan bisa lanjut mengikuti sertifikasi profesi. “Kelebihannya, sekarang kalau saya mau buka kafé saya pasti cari orang yang racik kopinya sudah bersertifikat. Sebagai pengusaha akan lebih nyaman, karena ia (peracik kopinya) kompeten,” imbuh Poppy.

Asisten III Bidang Administrasi Pemkot Magelang Isa Ashari yang berkesempatan hadir memberikan sambutan sekaligus membuka acara menyampaikan apresiasi kepada Bekraf atas penyelenggaraan acara ini.  “Walaupun Magelang sendiri tidak ada petani kopi, namun ada banyak kedai kopi di sini. Dengan tumbuhnya kuliner kopi, multiplier effect-nya juga besar. Dengan kopi yang bagus, maka usaha-usaha lain juga akan timbul,” ujarnya. Harapan kedepan akan ada juga pelatihan, pengembangan di bidang kopi yang bisa dilakukan oleh Pemkot Magelang.

Salah satu peserta, Anto, yang sudah memulai usaha kedai kopi kecil-kecilan dengan produk miliknya bernama ‘tenanan’ asal Temanggung mengaku sangat terkesan dengan acara ini karena membantunya lebih paham tentang pengolahan kopi. Ia berharap dapat mengembangkan kedai kopinya dengan ilmu yang didapat. “Bapak dan kakek saya petani kopi warisan, tapi selama ini tidak diolah sendiri, dijual ke tengkulak Rp. 20 ribu per kilo. Saat ini saya coba untuk mulai mengolah sendiri. Mungkin suatu hari kopi saya bisa dijual 25 ribu per cup,” harap Anto.

Saat ini Anto menjalankan usaha dengan mesin grinder kopi manual. Namun Ia bersyukur dengan mengikuti acara ini ia lebih tahu bagaimana menyajikan kopi yang benar, sikap ke pelanggan, serta bagaimana seorang barista dikatakan kompeten. Kini ia termotivasi untuk bisa meningkatkan skala usahanya ke depan.