Ilustrasi. Foto: AGolf.xyz.
Ilustrasi. Foto: AGolf.xyz.

Jakarta, MNEWS.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Peraturan yang baru beberapa hari terbit ini ternyata dinilai kontradiktif dan cenderung tidak berpihak pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Ketika menghadiri ulang tahun salah satu pemain marketplace beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan harapannya kepada platform e-commerce tanah air untuk mendigitalkan UMKM. Pencapaian pemain e-commerce tanah air yang sudah berhasil mengajak jutaan UMKM ke ranah online diapresiasi oleh presiden, sekaligus ditantang untuk bisa lebih maju lagi.

Sementara itu, kita pun sadar dan mengerti betapa pentingnya negara melalui Kementerian Keuangan untuk terus menggenjot pendapatan melalui pajak, di mana PMK-210 menjadi salah satu cara untuk mengejarnya. Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) selaku asosiasi yang mewadahi seluruh pelaku industri e-commerce mengkritisi peraturan PMK-210, karena kedua target ini justru tampak bertentangan.

“Yang kami khawatirkan, benefit PMK itu kan dirasakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Makin banyak NPWP, pajak makin baik. Tapi ada situasi yang tidak seimbang,” jelas Ketua Umum idEA, Ignatius Untung, dalam konferensi pers di idEA Space, Centennial Tower Lt.29, Jakarta, Senin (14/1/2019).

Ketua Umum idEA, Ignatius Untung, dalam sesi doorstop usai konferensi pers di idEA Space,
Centennial Tower Lt.29, Jakarta, Senin (14/1/2019). Foto: (doc/MNEWS)

Pemberlakuan PMK-210 akan menggenjot nilai pajak dalam jangka pendek, namun pemberlakuannya yang tanpa pandang bulu juga dikhawatirkan akan menyurutkan pelaku UMKM, terutama yang masih ada di skala mikro yang masih berjuang untuk bertahan. Pada akhirnya, target jangka panjang untuk mendapat sumbangan pertumbuhan ekonomi dari UMKM dan online dikhawatirkan menjadi lebih berat.

“Untuk itu, mari kita bersama-sama mencari cara agar penerimaan pajak bisa tercapai tanpa mengorbankan harapan pertumbuhan ekonomi dari UMKM jangka panjang. Untuk menemukan keseimbangan ini, perlu kajian yang matang dan melibatkan semua pemangku kepentingan,” pungkas Ignatius Untung.

Berdasarkan beberapa pertimbangan, idEA meminta pada Kementerian Keuangan untuk menunda dan mengkaji ulang pemberlakuan PMK-210 ini, serta bersama-sama melakukan kajian mendalam untuk menemukan rumusan yang lebih tepat dan tidak mengorbankan salah satu dari dua target pemerintah tersebut.

Terlebih, PMK-210 diterbitkan dengan minimnya studi, uji publik, sosialisasi hingga kesepakatan akan tersedianya infrastruktur dan sistem untuk melakukan validasi NPWP seperti disebutkan dalam PMK-210 ini.

“Perlu waktu lebih lama untuk membuat kajian mendalam. Butuh 2 minggu untuk punya hipotesa awalnya, kemudian masih harus tektokan, impact-nya bagaimana, dan seterusnya. Kita harus ngomong ke Badan Perlindungan Konsumen, YLKI, bisa 6 bulan lebih. Dugaan kami, PMK-210 ini tidak bisa diterapkan di 2019. Paling lambat mungkin 2020. Menurut kami harus di-tearing, ngga semuanya diberlakukan sekaligus,” tutup Ignatius Untung.