Jakarta, MNEWS.co.id – Mayoritas pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ternyata masih didominasi skala mikro. Sebanyak 80 persen pelaku UMKM tergolong usaha mikro, 15 persen masuk kategori usaha kecil, dan hanya 5 persen yang masuk usaha menengah.
Temuan ini merupakan hasil studi Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA tahun 2017 tentang Studi Populasi UKM di Indonesia. Studi yang dilakukan pada 1765 pelaku UKM di 18 kota di Indonesia menunjukkan hasil tersebut. Ini artinya, sebagian besar dari pelaku UMKM yang 80 persen mikro tersebut masih berusaha untuk bertahan dan menguji model bisnis mereka, sebelum akhirnya bisa membesarkan usahanya.
Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mengeluarkan aturan perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce dalam Peraturan Menkeu 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik, pada Jumat, (11/1/2019).
Peraturan tersebut masih menuai kontroversi, karena ditengarai akan menghambat pertumbuhan UMKM, khususnya para pelaku UMKM yang masih berskala mikro. Sebab, pelaku usaha mikro yang masih berjibaku untuk mengembangkan serta menstabilkan usahanya akan cukup dirugikan dengan adanya peraturan ini.
Di sisi lain, keberadaan platform e-commerce lokal yang relatif taat aturan karena memenuhi segala persyaratan usaha yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk perlindungan konsumen, bisa terancam oleh pemberlakuan PMK-210 ini. Pemberlakuan PMK-210 pada platform marketplace yang semuanya mudah dikontrol, akan mendorong pedagang untuk migrasi ke media sosial yang minim kontrol dan memang tidak diciptakan untuk melakukan transaksi. Berbagai permasalahan termasuk penipuan dan perlindungan konsumen dikhawatirkan akan meningkat.
Ketua Umum idEA, Ignatius Untung, mengkhawatirkan merosotnya e-commerce jika diberlakukan kebijakan PMK-210 ini. Pasalnya, perlakuan pemerintah terhadap media sosial yang minim kontrol namun ditumpangi banyak pelaku UMKM, dengan e-commerce lokal yang memberikan kontribusi langsung bagi perekonomian nasional dianggap tidak seimbang.
“Kalah bersaing karena kalah strategi, itu sudah menjadi risiko bisnis. Tapi kalau kalah bersaing karena tidak adanya level playing field atau kesetaraan, itu amat disayangkan. Padahal, justru platform marketplace lokal itulah yang mendorong peningkatan ekonomi ketimbang platform media sosial yang dimiliki asing,” tegas Ignatius Untung dalam konferensi pers di idEA Space, Centennial Tower Lt.29, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Dari studi yang sama, idEA juga menemukan bahwa 95 persen pelaku UMKM online masih berjualan di platform media sosial, dan hanya 19 persen saja yang telah menggunakan platform marketplace. Fakta ini menunjukkan, tanpa pemberlakuan PMK-210 pun platform marketplace sudah harus berjuan keras untuk bersaing di tengah perlakuan yang tidak setara dengan media sosial, yang notabene minim kepatuhan. Jika kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan platform e-commerce lokal akan kalah saing.
Karenanya, perlu adanya studi komprehensif untuk menindaklanjuti kebijakan PMK-210 ini, sebelum akhirnya diberlakukan pada bulan April 2019 mendatang.