Ilustrasi Akuakultur. Foto: Seafood Watch.
Ilustrasi Akuakultur. Foto: Seafood Watch.

Jakarta, MNEWS.co.id – Bisnis akuakultur atau budidaya perikanan baik udang maupun ikan, berkembang dari tahun ke tahun di Indonesia. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya investor yang masuk dan tertarik mendirikan pabrik pakan ikan dan udang. Sekurangnya dalam tiga tahun ini ada lima pabrik baru dari luar negeri yang berinvetasi di Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto, menegaskan bahwa bisnis akuakultur tidak hanya di sektor hulu saja, tetapi juga harus memikirkan sektor hilirnya, bagaimana strategi pemasarannya. Ia juga menyampaikan, nilai tukar pembudidaya ikan yang meningkat menjadi bukti bahwa margin pendapatan juga meningkat.

“Nilai tukar pembudidaya ikan mengalami kenaikan, sudah di atas 100, yaitu 101,9. Untuk mencapai angka 100 itu sulitnya bukan main. Karena di akuakultur salah satu kendalanya, adanya perbedaan dalam penghitungan tingkat kesejahteraan. Sektor-sektor ekonomi budidaya semakin banyak. Artinya, kalau nilai tukar pembudidaya ikan mencapai 100, tingkat kesejahteraan pembudidaya semakin meningkat. Margin pendapatan juga semakin meningkat,” jelas Slamet dalam Konferensi Pers Aquatica Asia & Indoaqua 2018, di Hall C1 JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (30/11/2018).

Slamet menambahkan, pemerintah ingin meningkatkan konsumsi ikan agar semakin banyak, juga menyelenggarakan asuransi pembudidayaan ikan. Dampak posisif kebijakan KKP khususnya dengan program Gerakan Pakan Mandiri (GERPARI), bantuan benih, bioflok dan mina padi sehingga usaha menjadi lebih efisien dan produktif. Dengan adanya berbagai program dan kebijakan yang mendukung konsumsi ikan, peluang bisnis akuakultur pun semakin terbuka lebar.

Lebih lanjut, Ia juga memberikan apresiasi kepada para startup yang sudah membantu dalam transformasi bisnis akuakultur, karena transformasi ini dianggap membawa dampak positif untuk pengembangan bisnis akuakultur.

“Pada kesempatan ini, saya sangat mengapresiasi para start up yang sudah menginisiasi transformasi bisnis aquaculture terutama dalam hal membangun sistem informasi bisnis dan skema pembiayaan crowdfunding. Tentu ini sangat positif untuk mempercepat pengembangan bisnis akuakultur,” ujarnya.

Konferensi Pers Aquatica Asia & Indoaqua 2018, di Hall C1 JIExpo Kemayoran, Jakarta,
Jumat (30/11/2018). Foto: (doc/MNEWS)

Selain peluang usaha di bidang akuakultur, potensi ekonomi kreatif di platform digital juga semakin berkembang. Berbagai startup di dunia perikanan (mina), memiliki prospek tersendiri bagi pelaku usaha khususnya investor yang ingin menjembatani stakeholder terkait di dunia akuakultur dengan konsumen.

Rully Setya Purnama, CEO startup Minapoli, mengungkapkan total investasi startup di dunia budidaya ikan kini sudah mencapai Rp 30 Miliar. Menurutnya, startup di sektor manajemen budidaya ikan memanfaatkan crowdfunding.

“Salah satu keberhasilan startup ketika informasinya digunakan oleh stakeholder. Investasi sekarang modelnya banyak, tidak harus jadi pembudidaya. Bisa crowdfunding untuk berkontribusi terhadap budidaya di Indonesia,” pungkasnya.

Maka bisa dikatakan, peluang usaha di bidang akuakultur tidak hanya terbuka bagi para praktisi dan ahli di bidang budidaya ikan, tetapi juga pemangku kepentingan bisa bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang ramah lingkungan, berkelanjutan sekaligus menguntungkan.