I Was Made to Love You I & II karya Sasya Tranggono (1999). Foto: Galeri Nasional Indonesia.
I Was Made to Love You I & II karya Sasya Tranggono (1999). Foto: Galeri Nasional Indonesia.

Jakarta, MNEWS.co.id – Kolaborasi wayang dan manusia, itulah cara perupa perempuan Sasya Tranggono menuangkan rasa cintanya kepada Indonesia dalam ekspresi seni yang memukau.

Pameran yang merayakan perjalanan 30 tahun berkarya ini menampilkan karya seni instalasi berupa wayang golek tiga dimensi dengan proporsi tubuh manusia yang diciptakan secara khusus, dan berpadu dengan lukisan wayang dua dimensi.

Karya seni instalasi ini merupakan eksplorasi Sasya dalam dunia seni rupa, yang mencoba mencari dimensi lain dari karakter wayang golek yang selama ini menjadi sumber inspirasi. Pemilihan tema-tema tradisi sebagai potensi budaya bangsa merupakan komitmen Sasya dalam berkarya selama 30 tahun, sehingga tajuk pameran kali ini mengambil tema “Cinta Untuk Indonesia”.

Pameran tunggal kali ini ini merupakan pameran tunggal ke-29 Sasya. Pameran akan menampilkan satu karya seni instalasi, 21 lukisan tema wayang (cat air, mixed media pada kertas), sembilan lukisan tema bunga (akrilik pada kanvas) dan sepuluh tema kupu-kupu stone art, mixed media pada kanvas).

For You My Lord (2014) Media Campuran pada kanvas, 145 x 145 cm (2014). Foto: Galeri Nasional Indonesia.

Tahun 2019 ini SasyaTranggono akan akan melakukan touring exhibition di Eropa dan Amerika Serikat. Pameran di Galeri Nasional Indonesia ini mengawali tour exhibition-nya dan akan diteruskan ke di Leiden Museum Volkenkunde, Tropen Museum Amsterdam dan Museum Fundacao Oriente, Lisbon, Portugal. Pada akhir perjalanan pameran keliling ini karya-karyanya akan ditampilkan di New York, Amerika Serikat pada sebuah acara fashion show. Karya-karya Sasya Tranggono berupa lukisan dan instalasi wayang golek menarik perhatian di negara-negara ini karena mengangkat kesenian tradisional dengan cara unik.

Sasya Tranggono merupakan seniman profesional yang memiliki pengalaman pameran, baik di dalam dan luar negeri. Di antara perupa perempuan di tanah air, karakter lukisan Sasya Tranggono memiliki karakter tersendiri, yaitu terinspirasi dari local genius berupa wayang dan batik sebagai potensi budaya bangsa. Menurut Jim Supangkat selaku kurator pameran, karya-karya Sasya Tranggono dapat dikategorikan sebagai seni rupa post tradisi.

“Karya-karya Sasya Tranggono memperlihatkan gejala post tradisi di luar Eropa, Amerika Serikat, yang tidak bisa disebut karya-karya tradisional, namun memperlihatkan pengaruh estetik tradisi. Lukisan-lukisan Sasya adalah lukisan alam benda. Ia menata wayang-wayang golek seperti menata benda-benda lain kemudian melukisnya. Ia seperti sedang mempraktikkan seni lukis still life, kecenderungan sangat lama pada perkembangan seni lukis,” jelas Jim dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.

Everything Comes From God, Everything Happens Through God, Everything End Up In God (2015). Media Campuran pada Kanvas (160 x 100 cm). Foto: Galeri Nasional Indonesia.

Jim melanjutkan, kekuatan narasi pada lukisan-lukisan Sasya muncul melalui konsep teatrikalitas. Ia menyutradari pertunjukan ini dan menata para pemain untuk menampilkan semacam tableau. Watak tokoh-tokoh pada wayang golek yang sangat dikenalnya, dan, kesan dialog yang ditampilkan dengan menata tangan-tangan wayang golek menjadi bahasa untuk menampilkan narasi.

Salah seorang pengunjung pameran, Andre Pertamba, mengungkapkan perasaannya usai mengamati pameran ini. Ia mengatakan, ada akulturasi budaya yang kental antara Cina, Korea, Eropa dan Indonesia. Wujud wayang yang ada dibalut kebudayaan luar, namun tetap dicampur dengan batik yang kaya wawasan. Detailnya menarik, ada batik Cirebon, Solo, Jogja, hingga Pekalongan.

“Wawasan budayanya kuat. Ada beberapa budaya Indonesia seperti batik, batu, bunga dan kerang yang digabung dengan budaya asing seperti Cina (baju perempuan), Korea (baju hanbok) dan Eropa (lukisan perjamuan terakhir). Sangat menginspirasi, terutama buat pelaku seni fashion. Bisa menambah ide untuk mix and match kebudayaan Indonesia dan luar jadi satu. Perpaduannya cantik terutama motif kupu-kupunya,” ungkap Andre kepada MNEWS.

Pameran yang masih akan berlangsung hingga 10 Maret 2019 ini patut untuk disimak. Jangan sampai kelewatan, di Gedung D Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat.