Pramuwisata dan Pengelola Desa Wisata Dilatih untuk Rancang Tur Virtual
(Foto: Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar pelatihan pembuatan tur virtual kepada para pemandu wisata atau pramuwisata dan pengelola desa wisata sebagai upaya percepatan adaptasi dan pemanfaatan peluang di masa pandemi COVID-19 sekaligus mendorong percepatan transformasi SDM pariwisata berbasis digital.

Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf/Baparekraf, Wisnu Bawa Tarunajaya, Jumat (28/8/2020), mengatakan pandemi COVID-19 menuntut SDM pariwisata untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru dan bertransformasi ke arah digital, salah satunya dalam memandu wisata. 

“Maka, sebagai upaya percepatan adaptasi baru, untuk bertransformasi dari manual menjadi digital, diperlukan peningkatan pemahaman dan pembekalan dalam penguasaan teknologi bagi para pramuwisata dan pengelola desa wisata, agar mereka tetap produktif dan dapat bersaing secara digital,” kata Wisnu.

Wisnu membuka pelatihan tersebut secara resmi pada Rabu (26/8/2020).

Pelatihan tur virtual ini dilakukan secara online/daring dan terbagi dalam dua tahap berdasarkan wilayah regional. Yaitu regional I (Sumatera dan Jawa) dan regional II (Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat). 

Untuk tahap I, diberikan bagi pramuwisata dan pengelola desa wisata wilayah Regional II, dengan durasi waktu selama 10 hari untuk masing-masing Batch (4 Batch). Pelatihan untuk tahap I ini berlangsung dari 26 Agustus hingga 25 September 2020.

Dalam pelatihan virtual tour ini, pramuwisata dan pengelola desa wisata dibekali materi terkait teknik dasar memandu secara digital sampai dengan strategi pemasarannya. 

Virtual tour ini dianggap sebagai nilai positif yang dapat diambil dari dampak pandemi COVID-19, berupa tambahan sarana berwisata atau promosi destinasi wisata serta sebagai salah satu alternatif bidang pekerjaan. 

“Virtual tour ini sifatnya bukan menggantikan wisatawan untuk berwisata secara langsung, akan tetapi sebagai bentuk diversifikasi dari produk atau sarana yang sudah ada, misalnya untuk mengenalkan dan memberikan gambaran awal bagi wisatawan tentang destinasi yang akan dikunjungi,” kata Wisnu.  

Dalam Pelatihan Virtual Tour ini, Kemenparekraf bekerja sama dengan Atourin, yaitu perusahaan start up yang memiliki pengalaman dalam bidang travel planner, dan pelatihan virtual tour bagi para pramuwisata. Selain itu, pelatihan ini juga melibatkan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), yang berperan sebagai narasumber dalam teknik bercerita (story telling).

Selama pelatihan ini, pramuwisata dan pengelola desa wisata akan dilatih dan dikenalkan dengan Platform Online Meeting, Google Maps, membuat Itinerary/Rute Virtual Tour, teknik kepemanduan virtual tour, dan strategi pemasaran virtual, serta diberikan simulasi cara pembuatan virtual tour. 

Wisnu berharap agar pramuwisata dan pengelola desa wisata dapat dilatih tentang pelayanan berkualitas (service excellence), cara menggali potensi (mulai dari bahan mentah, proses, produk jadi), exploring, packaging dan presenting, sehingga tercipta produk bagi wisatawan (to do, to see, to learn, to buy).

Pramuwisata dan pengelola desa wisata juga akan diberikan tugas membuat virtual tour di destinasi wisatanya sendiri, namun tetap dengan didampingi fasilitator dari Atourin dan HPI. Sehingga diharapkan melalui pelatihan ini, selain dapat meningkatkan kompetensi dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi, khususnya dalam membuat virtual tour, juga menjadi solusi alternatif bagi pramuwisata dan pengelola desa wisata agar tetap dapat memiliki penghasilan dan bersaing di masa pandemi.

“Kami berharap setelah pelatihan ini pramuwisata dan pengelola desa wisata akan mampu mengaplikasikan ilmunya dengan memproduksi virtual tour di destinasi wisatanya masing-masing, dan ini menjadi solusi atau inovasi pekerjaan baru di masa pandemi ini,” ujarnya.