Pemerintah resmi menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022. (Foto: cnbcindonesia.com)

Jakarta, MNEWS.co.id – Pemerintah resmi menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022. Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dalam keterangan pers, Kamis malam (31/3/2022).

Penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atas penghasilan sampai dengan Rp60 juta dari 15 persen menjadi 5 persen. Selain itu, pemerintah mulai membebaskan pajak untuk pelaku UMKM dengan omzet sampai Rp500 juta.

Kemudian, pemerintah memberlakukan fasilitas PPN final dengan besaran tertentu. Besarannya 1 persen, 2 persen, atau 3 persen.

Dilansir dari Tempo.co, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kenaikan tarif PPN akan berdampak ke perubahan harga barang dan jasa. Selain yang dikecualikan, semua harga yang merupakan objek PPN bakal meningkat.

“PPN ini dampaknya cukup luas karena hampir semua jenis barang, kecuali bahan sembako. Tapi lainnya elektronik, pulsa, adsense, iklan sosial media, barang elektronik, komponen otomotif, kosmetik. Semua yang jadi objek PPN akan naik,” ujar Bhima.

Bhima menyebut dari sisi momentum, kenaikan PPN–meski hanya 1 persen dari sebelumnya 10 persen–akan memberatkan masyarakat kelas menengah. Sebab penyesuaian tarif anyar pajak berbarengan dengan kenaikan harga BBM non-subsidi dan kebutuhan pokok seperti minyak goreng.

Setidaknya, kata dia, 115 juta masyarakat yang berada di kelompok kelas menengah akan berpotensi turun menjadi orang miskin baru. Masyarakat kelompok tersebut akan mengurangi konsumsinya dan mencari produk-produk barang dengan harga yang lebih mahal.

Barang dan Jasa yang Dikecualikan
Berdasarkan UU HPP, ada sejumlah barang dan jasa yang dikecualikan dari kenaikan PPN. Misalnya, kebutuhan pokok seperti sembako non-premium dan jasa pendidikan.

Secara rinci, berikut ini pengecualian tersebut.

1. Barang dan Jasa tertentu tetap diberikan fasilitas bebas PPN antara lain:

  • barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi;
  • jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja;
  • vaksin, buku pelajaran dan kitab suci;
  • air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap);
  • listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA);
  • rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS;
  • jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;
  • mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak;
  • minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi;
  • emas batangan dan emas granula;
  • senjata/alutsista dan alat foto udara.

2. Barang tertentu dan jasa tertentu tetap tidak dikenakan PPN antara lain:

  • barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
  • jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering;
  • uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga;
  • jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.