Ilustrasi minyak sawit merah. (Foto: www.astra-agro.co.id)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) tengah mempersiapkan sejumlah koperasi petani sawit di seluruh Indonesia untuk membangun pabrik minyak sawit merah sebagai upaya turut ambil bagian dalam rantai pasok (supply chain) minyak sawit di dalam negeri. 

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki saat menerima audiensi Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Selasa (24/5/2022), mengatakan sudah saatnya petani sawit berkoperasi agar bisa mengakselerasi hilirisasi dan memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri. 

Audiensi ini sekaligus sebagai tindak lanjut pertemuan Fortasbi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 23 Maret 2022. 

“Salah satu pesannya adalah, supaya asosiasi petani bisa membangun pabrik minyak sawit merah atau minyak makan merah. Serta inisiatif Kelompok Petani Sawit Swadaya untuk berperan dalam tata produksi minyak sawit dan minyak goreng melalui organisasi koperasi,” kata Teten Masduki dalam keterangan tertulis yang dilansir MNEWS.co.id, Rabu (25/5/2022). 

Teten mengungkapkan, akan ada piloting pembangunan pabrik pengolahan minyak sawit merah di sejumlah lokasi, antara lain Kalimantan Tengah, Riau, dan Jambi. Termasuk membentuk gugus tugas pembangunan pabrik minyak sawit merah yang melibatkan KemenKopUKM, LPDB-KUMKM, BPDPKS, serta asosiasi dan organisasi petani.

Tujuannya adalah untuk mewujudkan keinginan petani sawit menjadi bagian supply chain minyak goreng di dalam negeri sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

“Jadi para petani tak harus pusing lagi di mana menjual buah tandan segar (TBS) sawit,” kata Teten. 

Diakuinya, saat sebelum pandemi COVID-19 melalui program korporatisasi petani salah satunya yang menjadi sasaran adalah petani sawit agar kesejahteraan mereka bisa menjadi lebih baik lagi. 

Dalam piloting tersebut, kata teten, juga difokuskan terkait isu kelembagaan, pembiayaan, maupun perluasan pasar petani sawit secara swadaya. Kemenkop UKM juga akan menyiapkan ekosistem serta membangun korporatisasi petani yang terhubung dengan market, pembiayaan, dan teknologi pengolahan yang modern. 

“Dari sisi pembiayaan, kita juga akan mengkombinasikan pembiayaan swadaya petani dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), LPDB, dan perbankan,” kata Teten. 

Ia optimistis, upaya pembangunan pabrik minyak sawit merah oleh koperasi ini akan mampu memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Pasalnya saat ini tercatat sebesar 42 persen atau sebesar 6,7 juta hektare lahan sawit dikelola oleh petani sawit swadaya. 

“Jika semua petani dalam koperasi ini bergabung, setidaknya 35 persen dari produksi CPO nasional bisa disediakan oleh petani sawit. Jika Presiden memberikan arahan bahwa suplai minyak goreng di dalam negeri bisa dari mereka, ini sangat bisa,” kata Teten. 

Maka agar tak terjadi simpang siur terkait minyak sawit merah ini, lanjut Teten, minyak ini merupakan standar baru dari minyak sawit yang ada selama ini. Sebenarnya minyak sawit ini memiliki warna kuning kemerahan. Minyak sawit merah sendiri sudah ada dan diproduksi di negara lain. 

“Justru minyak sawit merah ini lebih sehat dari kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan vitamin A. Dari sisi produksi pun pengolahan minya sawit merah ini sangat efisien dan kompetitif dari sisi harga. Kami sudah ada FGD dan standarisasi dengan BSN, tidak mengubah standar tetapi kami ingin standar baru,” kata Teten. 

Senior Advisor Fortasbi Rukaiyah Rafik memastikan, koperasi yang tergabung dalam asosiasinya merupakan koperasi yang telah memiliki standar internasional. Yaitu berupa sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Sehingga bisa dipastikan standar dan kualitas minyak makan sawit ini berkualitas tinggi. 

“Pembangunan pabrik ini menjadi kabar baik bagi petani sawit swadaya di Indonesia dengan harga sawit yang tidak stabil. Mengingat sebelumnya terjadi penurunan ekspor yang sangat besar akibat larangan ekspor CPO,” kata Rukaiyah. 

Ke depan diharapkan, petani tidak hanya memproduksi TBS saja, tapi juga melalui koperasi petani bisa berdagang.

“Kami juga membutuhkan dukungan MenKopUKM, sehingga petani swadaya berpikir dengan kelembagaan, koperasi merupakan jalan terbaik, dalam membangun posisi tawar di pemerintah maupun pihak lain,” ucapnya. 

Salah satu koperasi yang telah menyatakan kesiapannya membangun pabrik minyak sawit merah ini adalah Ketua KUD (Koperasi Unit Desa) Tani Subur, Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah Sutiyana. Ia mengatakan, pembentukan koperasi sekunder ini dalam hal pasokan bahan baku sudah sangat siap. 

“Lahan kami ada sekitar 7.300 hektare. Kami sangat siap memproduksi 30 ton per jam. Saat ini kami sudah menentukan lokasi pendirian pabrik itu sendiri. Insya Allah kami menjadi koperasi yang pertama di Indonesia yang punya pabrik minyak sawit di Indonesia,” kata Sutiyana. 

Dari sisi investasi, Sutiyana menyebut akan mendapat bantuan dari BPDPKS sekitar Rp120 miliar per pabrik. Ia menyatakan, jika ada kekurangan akan ditambah dari pinjaman dana bergulir LPDB.

“Dan kami siap mengembalikan dana bergulir yang diberikan,” ujarnya.