Menkop UKM Teten Masduki saat meninjau lahan pembangunan Factory Sharing Pengolahan Susu, di Kecamatan Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (23/6/2023). (Foto: Dok/Humas Kemenkop UKM)

MNEWS.co.id – Dalam era ekonomi yang terus berkembang, usaha kecil memainkan peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Factory sharing menjadi solusi yang inovatif dan efektif untuk memfasilitasi pertumbuhan usaha kecil dengan memanfaatkan sumber daya dan infrastruktur yang sudah ada.

Dengan factory sharing, usaha kecil dapat membagi biaya dan fasilitas produksi dengan usaha lain, sehingga mengurangi beban finansial dan memperluas peluang pasar.

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menekankan keberadaan dan pengelolaan Rumah Produksi Bersama (RPB) atau Factory Sharing harus diarahkan untuk menciptakan konglomerasi berbasis usaha-usaha kecil.

“Selain itu, Factory Sharing yang dikelola koperasi harus dilakukan secara benar dengan standar industri. Pola pikir pelaku UMKM harus sudah mengarah ke industrialisasi,” ucap Teten saat meninjau lahan pembangunan Factory Sharing Pengolahan Susu, di Kecamatan Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (23/6/2023).

Di depan para pelaku koperasi dan peternak (sapi dan kambing), Teten berharap Factory Sharing di Sleman ini sudah bisa beroperasi pada November 2023. 

“Tujuan utama membangun piloting Factory Sharing adalah meningkatkan kualitas produk UMKM,” kata Teten.

Dengan begitu, para peternak sapi perah dan kambing di Yogyakarta tidak lagi menjual bahan mentahnya.

“Dikelola di pabrik ini menjadi produk susu UHT. Nilai tambah produk meningkat, sehingga kesejahteraan peternak juga ikut naik,” lanjutnya.

Teten memastikan, kualitas produk susu dari Factory Sharing sama dengan produk hasil pabrikan.

“Maka, peralatan produksi dalam Factory Sharing harus modern, tidak boleh asal-asalan,” ujarnya.

Selain itu, Teten juga menegaskan bahwa Factory Sharing harus dikelola secara bisnis. Oleh karena itu, MenkopUKM meminta agar hal itu dipersiapkan dengan matang termasuk koperasi yang akan mengelola Factory Sharing.

“Nantinya, diharapkan akan menghasilkan brand susu bersama, tidak lagi sendiri-sendiri seperti selama ini,” ucap Teten.

Dengan bergabung dalam satu brand saja, lanjut Teten, maka akan menciptakan valuasi bisnis yang besar dengan market share yang besar pula.

“Pelaku UMKM jangan lagi sendiri-sendiri, harus dikonsolidasi dan diagregasi lewat koperasi untuk meningkatkan skala usaha,” kata Menteri Teten.

Teten mengatakan, bila pelaku usaha yang kecil-kecil ini membangun ekonomi kolektif lewat koperasi, maka bisa terbangun efisiensi hingga mampu bersaing secara kompetitif.

“Ini akan menjadi role model untuk pengembangan UMKM ke depan,” kata Menteri Teten.

Di NTT misalnya, sambung Teten, akan dibangun Factory Sharing untuk pengolahan produk bambu dan sapi. Sementara di Minahasa Selatan yang kaya akan perkebunan kelapa, akan dibangun pabrik pengolahan kelapa.

“Tahun ini, kita akan membangun 8 Factory Sharing, sedangkan tahun lalu sudah ada 3. Hal seperti ini bisa dilakukan UMKM, bukan hanya konglomerat, tapi dengan standar pabrikan,” ucap Teten.

Teten menjelaskan, nantinya, dari mulai proses produksi, branding produk, izin edar, dan sebagainya, akan terintegrasi dalam satu Factory Sharing.

“Bila unsur higienis standar BPOM terpenuhi, maka produk mudah mendapat izin edar,” imbuh Teten.

Pembangunan Factory Sharing pengolahan susu di Yogyakarta mendapatkan dukungan penuh dari Pemprov DIY dari sisi penyediaan infrastruktur (jalan, listrik, amdal, pematangan lahan, kesehatan ternak, dan kegiatan pelatihan).

Factory Sharing yang berada di atas lahan milik Pemprov DIY seluas 5.000 meter persegi itu diproyeksikan memiliki kapasitas produk diolah sebesar 6.500 liter perhari, dengan kapasitas produksi Factory Sharing sebesar 2.000 liter per jam.