Jakarta, MNEWS.co.id – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, digitalisasi usaha mikro dapat berkontribusi mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
Peneliti CIPS Siti Alifah Dina menjelaskan program bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada mereka yang terdampak pandemi merupakan langkah strategis untuk meminimalisir dampak pandemi kepada mereka. Namun perlu dipikirkan upaya yang bersifat jangka panjang dan berkesinambungan.
Menurutnya, pendekatan untuk mengatasi kemiskinan sepatutnya tidak hanya dilakukan dengan memberikan bantuan sosial, tetapi juga membantu menjaga keberlangsungan mata pencaharian.
Berdasarkan data BPS 2020, jumlah pekerja informal turut meningkat sebesar 4,59 persen sejak Agustus 2019 hingga Agustus 2020 menjadi 77,68 juta orang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Di antara jumlah tersebut, terdapat pula pengusaha mikro yang belum memiliki izin. Sebesar 79 persen usaha mikro bersifat informal menurut data dari International Finance Corporation (IFC) di tahun 2016.
Ia menambahkan bantuan sosial hanya bersifat sementara dan akan habis untuk konsumsi. Sedangkan fokus utama seharusnya pada bagaimana usaha mikro dapat bertahan menjalankan usahanya selama pandemi.
“Salah satu caranya adalah dengan digitalisasi untuk membuka akses pasar baru. Misalnya saja, seorang pedagang batik di Solo yang sebelum go digital memasarkan produknya pada skala kota, dapat memperluas pemasarannya menjadi seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan e-commerce,” kata Dina dikutip dari Republika.
Digitalisasi usaha merupakan proses kerja yang berbasis digital, menggunakan sistem teknologi informasi khusus, misalnya bergabung dengan e-commerce atau menggunakan sosial media untuk berjualan berdasarkan studi yang dilakukan Bachtiar dkk (2020). Proses ini lebih kompleks dibandingkan dengan digitisasi atau mengubah data format analog ke format digital, misalnya menggunakan program komputer untuk mencatat transaksi penjualan.
Agar dapat berdaya dan mandiri mengadaptasi proses kerja berbasis digital, diperlukan pendampingan secara kontinyu terhadap pengusaha mikro mulai dari cara menggunakan aplikasi, memasarkan produk, mengirimkan barang, serta merekap hasil penjualan.
“Pendampingan digitalisasi seharusnya memprioritaskan daerah dengan indeks digital literasi yang masih rendah di bawah rata-rata nasional. Daerah tersebut di antaranya adalah Provinsi Lampung, Papua, dan Papua Barat menurut data Indeks Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020,” tambahnya.
Digitalisasi penting untuk dilakukan mengingat krisis saat ini berbeda dengan krisis tahun 1998 dan 2008. Saat itu, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi opsi pekerjaan mereka yang terdampak imbas krisis mata uang dan perbankan.
Masa pandemi Covid-19 ini merupakan krisis kesehatan yang memengaruhi faktor produksi. Sehingga, UMKM juga terkena dampak. Dampak terbesar dirasakan oleh usaha mikro. Survei yang dilakukan BPS terhadap 34.559 usaha mikro dan kecil menunjukkan, sebanyak 84,2 persen usaha mikro dan kecil mengalami penurunan pendapatan pada bulan Juli 2020 sejak PSBB diberlakukan.