Salah satu pengrajin melukis masker di Gianyar, Bali. (Foto: Antara)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan langkah perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) masker dari kain dalam rangka perlindungan masyarakat.

Kemenperin melalui Komite Teknis SNI 59-01, Tekstil dan Produk Tekstil mengalokasikan anggaran guna menetapkan RSNI masker dari kain dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti akademisi, peneliti, laboratorium uji, Satgas Covid-19 industri produsen masker kain dalam negeri.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan SNI masker kain ini dirumuskan untuk menjaga kualitas dan melindungi masyarakat secara optimal dari penularan wabah COVID-19, mengingat masker kain kini menjadi alternatif di tengah keterbatasan masker medis.

“Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak,” katanya.

Masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu:

  1. Tipe A untuk penggunaan umum
  2. Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri
  3. Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel

SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi. Antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar ≤ 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe.

Pada SNI tersebut juga dicantumkan jenis uji yang disyaratkan untuk mengukur mutu masker dari kain untuk penggunaan khusus. Yakni terdiri dari uji efisiensi filtrasi bakteri (ambang batas ≥ 60 persen untuk Tipe B), tekanan differensial (ambang batas ≤ 15 untuk Tipe B dan ≤ 21 untuk Tipe C), serta efisiensi filtrasi partikuat (ambang batas ≥ 60 persen untuk Tipe C).

Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.

Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo menjelaskan penerapan SNI pada masker kain bukan berarti semua masker kain yang tidak berstandar tidak bermanfaat. Namun standarisasi diterapkan untuk masyarakat yang berada di wilayah zona merah.

Doni menambahkan, saat ini tim pakar Satgas bersama beberapa perusahaan akan memproduksi masker lokal dengan standarisasi filter mencapai 70-80%. SNI masker kain itu dibuat juga berdasarkan rekomendasi dari BPPT dan pihak Jerman. Meski begitu, Ia kembali menekankan bagi masyarakat yang berada di zona dengan risiko rendah masker kain tak ber-SNI pun masih bermanfaat.

“Saya katakan disini semua jenis masker sangat bermanfaat. Nah tinggal kita sekarang melihat kita berada pada daerah mana. Daerah risiko rendah tentu mungkin kualitas maskernya tidak perlu harus berada pada posisi yang sangat berkualitas atau tinggi, tetapi daerah-daerah dengan risiko ancaman yang tinggi terutama di zona merah tentu kita himbau masyarakat agar menggunakan standar masker yang berkualitas sehingga risiko penularannya juga kecil,” ungkapnya.