Ilustrasi kain tenun ikat. (Foto: Pemkot Kediri)

Jakarta, MNEWS.co.id – Masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung telah berimbas pada banyak sekali sektor ekonomi, termasuk industri tenun ikat Tanah Air.

Di Kediri, Jawa Timur, seorang pengusaha tenun ikat bernama Siti Rukayah bercerita bagaimana Ia dan suaminya sempat mengalami kendala di awal pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.

Dikutip dari Antara, Siti mengatakan bagaimana dirinya sempat bertahan di minggu-minggu pertama pandemi, hingga akhirnya pasar dan permintaan semakin lesu. Saking lesunya, Ia sampai terpaksa menjual satu petak tanah seharga Rp85 juta untuk menutup biaya operasional.

“Pesanan banyak tinggal diambil. Dua pekan masih bertahan, tiga pekan sudah tidak bisa. Saya telepon yang pesan, ternyata di-pending,” kata Siti.

Bagi Siti, membuat usahanya terus beroperasi adalah tantangan tersendiri. Ia dan suami harus memutar otak, mencari solusi agar usahanya tetap jalan. Tenun ikat hasil buatan para pekerjanya masih menumpuk hingga ratusan lembar. Belum lagi tumpukan kain yang belum diambil karena anggaran masih tersendat.

Berawal dari penjahit yang meminta pekerjaan padanya, Siti akhirnya dapat solusi membuat masker dari bahan tenun ikat. Masker tersebut kemudian menjadi solusi alternatif di tengah harga masker medis yang melambung tinggi di awal pandemi.

Kain tenun ikat akhirnya dipotong jadi ukuran kecil-kecil, dibentuk menjadi masker lapis dengan beragam model yang menarik.

Berawal dari masker yang ditawarkan ke pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) di Kota Kediri, akhirnya diajukan ke Wali Kota untuk dikaji. Hingga kemudian dapat persetujuan dan dianggap aman untuk digunakan.

Bak gayung bersambut, dari awalnya sempat merasa resah karena pesanan sepi, Ia dan suami bisa berkarya lagi dan mempertahankan para pekerja.

“Pekerja memohon agar jangan PHK, karena suaminya sudah di-PHK. Saya tidak tega. Tapi, dengan masker ada rejeki tidak terduga. Saya nangis awalnya, karena mau jual ke mana, akhirnya Dinsos pesan masker besar-besaran dibagi ke semua penjahit,” tambah Siti.

Siti ingat betul orderan masker kain saat awal pandemi, 200 potong kain yang telah dibuat laku terjual. Bahkan, banyak warga yang meminta untuk menjualkan masker kain tenun ikat hingga laku keras.

Saat Ramadan pertama di tengah pandemi Covid-19 dan ekonomi masih sulit, Siti tetap bisa memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada para pekerjanya. Kini, Siti dan suami masih terus berkarya dan optimistis bahwa usaha yang mereka geluti tetap berjalan.