Ilustrasi produk halal. (Foto: Antara)

MNEWS.co.id – Produk halal buatan Indonesia diharapkan lebih banyak lagi yang masuk ke pasar Jepang menyusul kenaikan jumlah masyarakat muslim di negara itu.

Hal tersebut disampaikan oleh Pembina Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi) Marissa Haque saat berkunjung ke Tokyo, Senin (2/10/2023).

“Peluang lain karena muslim di Jepang itu kan growing, meskipun belum satu persen, produk kita bisa masuk ke sini,” kata Marissa dilansir MNEWS.co.id dari Antara.

Marissa menjelaskan bahwa mereka telah melakukan kunjungan ke berbagai pusat kegiatan Muslim di Jepang, termasuk Masjid Tokyo Camii di Tokyo, Masjid Tsukuba di Prefektur Ibaraki, dan Chiba Islamic Cultural Center (CICC) di Prefektur Chiba, dengan tujuan untuk mengeksplorasi potensi bisnis dalam produk halal.

Selain itu, Marissa juga menambahkan bahwa peluang lain yang dapat dieksplorasi adalah kerja sama dalam proses sertifikasi halal. Saat ini, kerja sama tersebut lebih banyak terjalin dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Arab Saudi, dan negara-negara lainnya.

“Indonesia juga punya MUI (Majelis Ulama Indonesia). Kita punya kesamaan standar itu, kenapa harus impor dari negara lain,” kata Anggota Dewan Kehormatan Ipemi Jepang itu.

Namun, Marissa mengakui bahwa aturan dan regulasi yang sangat ketat terkait pengolahan di Jepang masih menjadi hambatan yang masih sulit ditembus oleh produsen Indonesia, khususnya dalam hal produksi buah, sayur, dan daging.

Dari hasil penelitian di lapangan, sebagian besar daging halal yang tersedia di Jepang, seperti ayam, bebek potong, dan fillet daging, umumnya diimpor dari Brazil. Sementara itu, untuk daging sapi, mayoritasnya berasal dari Australia.

Sementara untuk buah-buahan tropis sebagian besar diimpor dari Malaysia, Filipina, atau beberapa negara di Amerika Selatan.

“Memang kita kalau mau masuk, mesti mengisi kesenjangan yang ada ini, standarnya harus diikuti,” ujarnya.

Sebagai contoh, dia menyebutkan bahwa orang yang ditugaskan untuk melaksanakan pemotongan daging sapi di Kobe harus mematuhi standar kualitas tertentu agar dapat mempertahankan rasa dan kualitas daging tersebut.

Namun, Marissa juga menyarankan bahwa masih ada banyak peluang yang tersedia bagi pengusaha UMKM Indonesia, terutama di pasar konsumen Asia Tenggara di Jepang, karena masih memiliki preferensi rasa dan selera yang serupa.

“Ipemi Sumatra Barat sudah mulai memasok jengkol dan pete untuk warga Myanmar dan Kamboja di Jepang. Kalau daging-dagingan sulit, kita bisa bergerak di situ, seperti kering tempe, keripik atau kerupuk,” katanya.

Penasihat Ipemi Jepang Nuning Akhmadi juga berharap Ipemi Jepang dapat merangkul lebih banyak pelaku usaha, terutama kecil dan menengah untuk dapat berkembang.

“Ipemi Jepang masih punya potensi besar untuk mengajak warga Indonesia yang sudah mampu berusaha dengan lebih baik sesuai dengan peraturan di Jepang,” katanya.