Zulkieflimansyah, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB). (Foto: HarianNusa.com)

Mataram, MNEWS.co.id – Gubernur Nusa Tenggara Barat, Kota Mataram, Zulkieflimansyah lebih memutuskan untuk menggunakan produk lokal buatan usaha kecil menengah (UKM), dari daerah NTB ketimbang produk luar. Hal tersebut bertujuan untuk disalurkan melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang ke masyarakat yang terdampak COVID-19.

“Paket sembako JPS Pemprov NTB masih menyisakan banyak pertanyaan dan debat. Kenapa harus memaksakan diri menggunakan produk-produk lokal? Kenapa tidak beli saja produk yang sudah ada di pasar yang harganya lebih murah ? Bukankah dengan harga yang lebih murah kita kemudian jadinya dapat lebih banyak,” katanya.

Ia mengatakan bagi yang belajar ekonomi yang biasa, tentu pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar. Namun, sayangnya, karena seringnya berpikiran seperti itu, akhirnya masyarakat menjadi tergantung pada impor atau membeli produk dari luar. Akibatnya, industri dalam negeri tak pernah hidup. Akibatnya, ekonomi NTB tak pernah mandiri dan selalu rentan terhadap gejolak dan perubahan-perubahan eksternal.

“Agar ekonomi kita mandiri, maka Industri kita harus kuat. Karena hadirnya industri akan mengurangi persoalan mendasar kita seperti pengangguran dan kemiskinan. Proses menghadirkan Industri yang kuat dalam sebuah perekonomian inilah yang disebut industrialisasi,” ungkapnya.

Zulkief menambahkan, industrialisasi tidaklah sederhana, perjalanannya panjang dan berliku, dan Ia mensyaratkan hadirnya inovasi teknologi. Tanpa Inovasi teknologi maka industrialisasi hanyalah mimpi dan angan kosong.

Menurutnya, inovasi teknologi ini secara empiris ternyata tidak seperti yang banyak dibayangkan orang. Ia tidak tumbuh subur di kampus ataupun lembaga penelitian. Inovasi teknologi ini sebagian besar terjadi di perusahaan dan industri.

“Inovasi teknologi di negara-negara berkembang (catching up countries) tidak banyak berasal dari riset di kampus atau dari research and development (R&D) laboratorium dan lembaga-lembaga penelitian. Tapi banyak dilakukan perusahaan-perusahaan dengan learning by doing dan reverse engineering. Perusahaan belajar dari coba-coba, dari melakukan pekerjaan dengan metode ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi),” kata Zulkief.