Jakarta, MNEWS.co.id – Selama pandemi berlangsung, media sosial telah menjadi bagian penting di kehidupan sehari-hari masyarakat global. Melalui media sosial, baik individu maupun komunitas dapat terus terkoneksi meskipun dengan keterbatasan mobilitas.
Tiktok menjadi salah satu media sosial yang banyak diunduh untuk kebutuhan hiburan selama karantina di rumah. Diluncurkan pada 2016 hingga kini, TikTok telah menjadi aplikasi terpopuler dengan jumlah unduhan global mencapai dua miliar. Karena itu, tidak ada alasan mengapa UMKM tidak menggunakan TikTok.
Senior Executive Zilingo Indonesia Melina Marpaung mengatakan, penggunaan media sosial yang efektif dapat mendorong keinginan pelanggan untuk mengetahui lebih banyak tentang penawaran pelaku UMKM.
”Yang diharapkan akan menghasilkan lebih banyak trafik ke bisnis. Apalagi, jumlah pengguna TikTok terus meningkat di Indonesia,” ungkapnya.
Dikutip dari Antara, berikut tiga alasan utama mengapa UMKM harus memanfaatkan platform ini untuk pemasaran media sosial.
Berbasis Mobile dan mudah di akses
Faktor yang membuat TikTok sangat menarik adalah penggunaan video mikro yang sangat mudah diakses di telepon seluler. Jumlah pengguna telepon seluler di dunia semakin hari kian meningkat dan tidak memperlihatkan penurunan khususnya saat urgensi inklusi digital sangat dibutuhkan. Faktor yang membuat TikTok menarik adalah penggunaan video mikro yang sangat mudah diakses di telepon seluler.
Menghasilkan prospek untuk pengembangan bisnis
Dengan audiens TikTok yang sangat besar, pelaku UMKM perlu mempertimbangkan apakah target audiens juga menggunakan platform serupa. Meski TikTok kini dipenuhi oleh tren generasi Z, namun banyak platform media sosial lain yang juga bermulai dari audiens yang lebih muda.
Melina menjelaskan setiap bisnis sebaiknya dapat mengalokasikan marketing resources di tempat target audiens berada, karena akan berdampak baik pada ROI yang diharapkan.
Tempat Memproduksi konten yang autentik
Berdasarkan Laporan Konten Konsumen Stackla, 30% kaum millennial mengatakan bahwa mereka berhenti mengikuti sebuah merek di media sosial dikarenakan konten mereka yang dirasa palsu dan 57% responden beranggapan kurang dari setengah merek yang ada membuat konten yang autentik.
Masyarakat luas kini merasa penat dengan apapun yang terasa palsu, overproduced atau terlalu komersil, dan ketika berbicara mengenai influencer media sosial, batas antara sponsorship dengan rekomendasi yang autentik pun semakin kabur.
UMKM dapat memprioritaskan untuk terhubung dengan micro influencers, dengan jumlah pengikut 1.000 hingga 10/000, profil pengikut yang niche, ditambah dengan perspektif lebih jujur, yang menggambarkan keotentikan sebuah konten.
Melina menambahkan strategi pemasaran media sosial adalah tentang membangun kepercayaan yang mendukung penjualan. Menurutnya, keotentikan merupakan pendorong utama pada kepercayaan itu sendiri.
“Dengan mendefinisikan pendekatan otentik ke media sosial, UMKM dapat memperkuat legitimasi dan menampilkan suara dan kepribadian unik dari merek masing-masing,” pungkasnya.