Jakarta, MNEWS.co.id – Sebanyak 19 seniman dari Kelompok Perupa Gorontalo, kembali menggelar pameran seni rupa. Pameran ini menyajikan karya dengan media dan langgam yang begitu beragam.
Kali ini, kelompok yang berdiri sejak 2013 silam itu mendapat kehormatan untuk memamerkan karya di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta pada 14-27 Agustus 2018, dikuratori oleh Sudjud Dartanto dan Wayan Seriyoga Parta.
Sudjud Dartanto menjelaskan, pameran ini mengangkat tema “Tupalo” yang berarti sumber mata air, yang dapat bermakna sumber kelahiran kebudayaan dan peradaban Gorontalo.
“Dalam konteks seni rupa, Tupalo adalah sumber energi kreatif seni khususnya seni rupa, sekaligus menandakan pusaran yang melahirkan kelompok Perupa Gorontalo,” ujar Sudjud sebagai Kurator pameran ini sekaligus Kurator Galeri Nasional Indonesia dan pengajar seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu.
Ia mengatakan, pameran ini menjadi penegasan keseriusan perupa Gorontalo, menapaki karier dan eksistensinya, memasuki kancah seni rupa nasional. Dengan kata lain, melalui presentasi karya-karya dalam pameran Tupalo, para perupa menegaskan perihal “kelahiran” mereka sebagai insan kreatif dari daerah untuk menapaki medan sosial seni rupa nasional.
Menurut Sudjud, pihak Galeri Nasional Indonesia mulai “melirik” pergerakan kelompok ini, dimulai dengan membawa program pameran keliling koleksi karya-karya seni rupa Indonesia yang telah menjadi Koleksi Galeri Nasional Indonesia sekaligus Koleksi Negara ke Gorontalo tahun 2017. Tidak berselang lama, Kelompok perupa Gorontalo memberanikan diri mengajukan usulan untuk menghadirkan karya-karya mereka di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta tahun 2018.
Kelompok Perupa Gorontalo juga menjadi penanda geliat awal kebangkitan ekosistem seni-budaya di Gorontalo khususnya seni rupa. Dalam aktivitasnya, kelompok ini kerap berafiliasi dengan berbagai komunitas lain di luar seni rupa; sebut saja kelompok seni pertunjukan, komunitas literasi, organisasi jurnalis, hingga aktivis lingkungan. Mereka bersama-sama bergerak, menggelar proyek-proyek seni budaya, menyoroti dan menyikapi kondisi sosial di sekitar. Pergerakan tersebut, lakoni oleh perupa yang belajar secara mandiri (otodidak), pengajar seni rupa, serta lulusan pendidikan seni rupa.
Lebih lanjut Sudjud menambahkan, seni rupa di Gorontalo hadir dari ruang yang tidak bersifat elitis, namun bersifat terbuka dan cair. “Kondisi ini memungkinkan praksis seni rupa menjadi begitu leluasa berimprovisasi, atau bahkan luruh dengan berbagai entitas budaya di dalam ruang-ruang sosial,” katanya.
Kurator Wayan Seriyoga Parta mengatakan, masih terbuka potensi dari perupa Gorontalo yang belum terdeteksi, pihaknya memutuskan menggunakan sistem penjaringan secara terbuka (open call).
“Sistem penjaringan terbuka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para perupa untuk dapat mengajukan karya-karyanya kepada tim kurator untuk mengikuti proses seleksi kuratorial,” kata kurator yang juga tercatat sebagai pengajar di jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Desain, Universitas Gorontalo itu.
Berdasarkan dari pengajuan aplikasi karya yang telah masuk, terpilihlah 19 perupa dengan karyanya menggunakan berbagai media. 19 seniman yang terpilih itu yakni Akbar Abdulah, Anang Suryana Musa, Farlan Adrian Hasan, Hasmah, Hartdisk, Iwan Yusuf, Jemy Malewa, Moh. Azis Alkatiri, Moh. Hidayat Dangkua, Moh. Rivai Katili, Mursidah Waty, Pipin Idris, Riden Baruadi, Ridwan Sahel, Rio N. Koni, Rizal Misilu, Suleman Dangkua, Syam Terrajana, Tri Nur Istiyani Nurdin.
Menurut Wayan, karya-karya yang terpilih juga menghadirkan beragam kecenderungan stilistik dan media, dari seni lukis, media digital, fotografi, mixed media, dan juga video dokumentasi. Selain itu, frame kuratorial juga mempertimbangkan perihal keterlibatan perupa selama ini dalam medan sosial di Gorontalo, seperti yang telah disebutkan bahwa mereka telah memasuki ruang-ruang sosial yang sangat “cair”.
Selain menghadirkan karya-karya personal, juga ditampilkan karya video dokumentasi yang menyajikan keterlibatkan para perupa dengan proyek-proyek seni berbasis environmental yang diselenggarakan bersama pegiat kebudayaan di Gorontalo.
Program ini terselenggara atas kerja sama Galeri Nasional Indonesia dengan Kelompok Perupa Gorontalo, serta Pemerintah Provinsi Gorontalo melalui Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga.
Pameran juga didukung oleh Gurat Institute, Richstone Art Design, Riden Baruadi Galeri, Omar Niode Foundation, Makuta Creative, Rumah Karawo, dan LAMAHU. Sedangkan sebagai media partner adalah De Gorontalo dan Gorontalo Post.
Melalui pameran ini, Wayan berharap geliat kreativitas seni rupa daerah seperti ditunjukkan oleh para perupa Gorontalo dapat semakin bertumbuh dan semakin intens merepresentasikan karya-karya mereka ke luar.
“Kami berharap ke depan, juga terjalin jaringan para perupa di tingkat kawasan, seperti misalnya jaringan perupa kawasan Sulawesi, Kalimantan, dan lainnya,” ujar Wayan.
Jaringan perupa antarkawasan itu, menurutnya dapat meretas rasa kesenjangan antara perupa yang berada dalam ekosistem di daerah dengan medan seni rupa nasional, sehingga perlahan peta perkembangan seni rupa Indonesia secara nasional dapat menunjukkan rona yang semakin komprehensif.