Mengapa UMKM Layak Disebut sebagai Pahlawan Ekonomi di Tengah Pandemi?
Mengapa UMKM Layak Disebut sebagai Pahlawan Ekonomi di Tengah Pandemi? (Foto: instagram.com/sahabat_umkm)

Jakarta, MNEWS.co.id – Saat berbicara tentang Hari Pahlawan yang diperingati di tanggal 10 November setiap tahunnya, mayoritas orang akan menyebutkan nama-nama pahlawan yang dulu ikut berjuang melawan penjajah. Tentu tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, definisi pahlawan semakin berkembang. Salah satu pahlawan yang sudah terbukti berjasa terhadap Indonesia di era modern sekarang, khususnya di masa pandemi, adalah para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Lantas, mengapa UMKM layak disebut pahlawan ekonomi di tengah pandemi?

Tidak berlebihan rasanya menyebut mereka sebagai pahlawan ekonomi Indonesia mengingat jasanya yang begitu besar. Mengutamakan kearifan lokal dan sumber daya manusia (SDM) dari Indonesia pelaku UMKM sudah menjadi kunci perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan Indonesia.

Berdasarkan data dari smesco.go.id, UMKM mampu menyerap 117 juta pekerja atau 97 persen dari total tenaga kerja yang ada. Dengan rincian, usaha mikro sebanyak 107,4 juta, usaha kecil sebanyak 5,8 juta, dan usaha menengah sebanyak 3,7 juta. Saat ini jumlah UMKM yang ada mencapai 65,4 juta. 

“Sebelum adanya second wave Covid-19, kondisi UMKM kita sudah mulai pulih. UMKM yang awalnya berhenti pada tahun lalu pun sudah mulai beroperasi,” ujar Hanung.

Pernyataan Hanung selaras dengan survei yang dilakukan oleh Mandiri Institute pada Maret-April 2021 terhadap 505 UMKM yang tersebar di Indonesia. Sebanyak 85 responden UMKM menjawab kondisi usaha mereka sudah berjalan normal. Padahal, pada September 2020, hanya 28 persen yang menjawab kondisi mereka sudah normal.

“Sepanjang mereka bisa berdagang dan berjualan, maka UMKM kita sebenarnya bisa cepat normal. Berbeda dengan perusahaan besar itu lebih susah bangkitnya,” tutur Hanung.

Kata Hanung, apalagi jika perusahaan itu sudah shut down dan mengeluarkan semua karyawannya, maka untuk bisa bangkit lagi butuh waktu yang lebih panjang. Berbeda dengan UMKM dengan tenaga kerjanya yang lebih sedikit.

“UKM itu kan tenaga kerjanya bisa dua atau tiga orang saja. Jadi, mereka lebih gampang untuk memanggil kembali tenaga kerjanya,” ujar Hanung.

Hanung mencontohkan, untuk industri furniture yang tahap menengah saja, saat mereka yang biasa mengerjakan furnitur itu keluar, maka akan sulit untuk mencari penggantinya yang mempunyai keahlian yang sama. “Mereka yang sudah dipecat, biasanya sudah beralih profesi, makanya saat ditawarkan untuk bekerja lagi, mereka belum tentu mau,” kata Hanung.

Untuk usaha mikro dan kecil karena tenaga kerjanya tidak terlalu banyak dan pekerjaannya lebih general, maka mereka akan mudah untuk bangkit. “Umumnya, mereka yang usaha kecil itu yang dibutuhkan modal kerja,” ujar Hanung.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyebutkan, 60% total PDB Indonesia berasal dari sektor UMKM. Ia mengapresiasi UMKM sebagai penyokong nasional di masa pandemi ini.

“Saya bertemu banyak UMKM, di masa pandemi ini saya melihat betapa besar harapan dan energi bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi,” ujarnya.

Menurut Sandiaga, ada banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mata pencahariannya menurun. Meskipun begitu, dikatakan Sandiaga, daya juang UMKM selalu membuat termotivasi.

“Pahlawan ekonomi di setiap krisis selalu berhasil menjadi juru selamat. Mereka mulai bangkit dan pulihkan ekonomi kita dengan berkegiatan yang akan membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya,” puji Sandiaga.

Lebih dari sekadar penyedia produk dari berbagai sektor, UMKM telah menjadi pahlawan bagi kita semua, khususnya untuk perekonomian Indonesia. Dalam momentum Hari Pahlawan, kami ingin mengapresiasi seluruh pelaku UMKM yang telah menjadi sosok pahlawan sebenarnya bagi perekonomian keluarga dan bangsa di masa pandemi melalui usaha yang dijalankannya.

Terima kasih, pahlawan ekonomi.
Selamat Hari Pahlawan untuk UMKM Indonesia!