Sekretaris Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Wardoyo, dalam FGD di Jakarta, Rabu (21/11/2018). Foto: (doc/KemenkopUKM)
Sekretaris Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Wardoyo, dalam FGD di Jakarta, Rabu (21/11/2018). Foto: (doc/KemenkopUKM)

Jakarta, MNEWS.co.id – Dalam menjalankan usahanya, koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perlu memantau kinerjanya agar dapat mengatasi risiko penurunan bahkan kebangkrutan. Pelaku usaha harus melakukan penataan kembali, atau yang disebut restrukturisasi.

Sekretaris Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Wardoyo, mengatakan, restrukturisasi memerlukan alat berupa sistem aplikasi. Nantinya sistem tersebut akan memudahkan pelaku usaha memantau kinerjanya, dan berperan sebagai instrumen diagnosa.

“Untuk melakukan restrukturisasi, tentunya harus ada alat (tools) yang digunakan. Yaitu, sistem aplikasi berbasis web yang gunanya untuk mendeteksi secara dini sebagai tanda adanya permasalahan yang mengganggu kelangsungan usaha koperasi dan UMKM. Kita menyebutkan Instrumen Diagnosa Restrukturisasi Usaha KUMKM,” jelas Wardoyo pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Instrumen Diagnosa Sebagai Media Menuju Ketahanan Usaha Koperasi dan UMKM, di Jakarta, Rabu (21/11/18).

Ia menambahkan, Instrumen Diagnosa (sebagai sistem peringatan dini) ini dibangun dengan tujuan agar para pengurus KUMKM lebih mudah dalam mengambil keputusan dan tindakan apa yang dapat dipersiapkan sebelum, pada saat, maupun pasca kejadian jika terjadi gangguan usaha.

“Instrumen Diagnosa ini pun dapat dibangun berdasarkan kesepakatan stakeholder dan persepsi yang sama tentang pengertian gangguan usaha dan cara mengatasinya. Selain itu, pendefinisian akan faktor-faktor penyebab jenis/klasifikasi gangguan usaha harus disepakati sebagai acuan dalam upaya mengatasi gangguan usaha tersebut,” imbuhnya.

Untuk tindakan mengatasi gangguan usaha, lanjut Wardoyo, diperlukan pemasukan data terkait dengan permasalahan yang dihadapi, jenis gangguan dan faktor penyebabnya, data keuangan dan kinerjanya terkait dengan prediksi, potensi kebangkrutan dan pengelolaan data untuk menentukan tingkat kualitas pengelolaan usaha koperasi dan UMKM.

Lebih lanjut Ia mengatakan, pada 2017 pihaknya sudah menyusun aplikasi yang dinamakan Sistem Peringatan Dini atau Early Warning System (EWS) untuk koperasi dan UMKM dengan aspek penilaiannya meliputi aspek organisasi/kelembagaan, aspek usaha dan aspek keuangan dengan menggunakan rumus-rumus standar akuntansi laporan keuangan dan bentuk quisioner.

“Pada 2018, kami sosialisasikan ke beberapa daerah dan uji coba ke beberapa koperasi dan UMKM. Namun, di lapangan menghadapi banyak kendala antara lain untuk menginput laporan keuangan koperasi yang multi usaha belum bisa diakomodir ke dalam aplikasi EWS tersebut. Begitu juga dengan laporan keuangan UMKM,” terangnya.

Untuk itu, kata Wardoyo, agar aplikasi EWS koperasi dan UMKM dapat mengakomodir dan dapat mendeteksi semua aspek yang ada di koperasi dan UMKM, Kemenkop UKM mengubah namanya menjadi Instrumen Diagnosa Restrukturisasi Usaha KUMKM.

“Melalui FGD ini, kami ingin mengenalkan Instrumen Diagnosa KUMKM yang telah disusun dan diuji coba keakuratan dan kesesuaiannya dengan kebutuhan dalam rangka deteksi dini permasalahan koperasi dan UMKM beserta rekomendasi penanggulangan atau pemecahannya. Kami juga butuh masukan Untuk penyempurnaan Instrumen Diagnosa, sehingga menjadi lebih sempurna, aplikatif dan mudah dioperasionalkan dan berguna bagi peningkataan kinerja koperasi dan UMKM yang pada akhirnya meningkatkan daya saing bagi koperasi dan UKM,” imbuh Wardoyo.

Melalui FGD ini, Wardoyo mengharapkan adanya upaya untuk menyempurnakan Instrumen Diagnosa dari berbagai aspek seperti formula analisanya, bobot penilaian, scoring tingkat kesehatan dan predikat hasil penilaian terhadap kondisi kinerja koperasi dan UMKM.

“Sehingga, akan diperoleh masukan yang konstruktif dalam upaya penyempurnaan Instrumen Diagnosa generasi kedua ini,” tutupnya.