Purworejo, MNEWS.co.id – Kementerian Koperasi dan UKM bersama dengan ASEAN Centre For Development of Agriculture Cooperative (ACEDAC) dan ASEAN Foundation melalui ASEAN Farmers Organisations Support Programme (AFOSP) mengadakan ASEAN Exchange Visit pada 24-25 Oktober 2018 di Kabupaten Purworejo dan Yogyakarta.
Acara dengan tema “Memperkuat Peran Koperasi Pertanian dalam Pengelolaan Rantai Nilai Kelapa dan Penciptaan Lapangan Kerja di Daerah Pedesaan“ ini bertujuan untuk menginspirasi kegiatan pemberdayaan petani di ASEAN dengan mendorong kolaborasi lintas sektoral antara petani, pemerintah, sektor swasta, institusi keuangan dan akademisi.
Kegiatan selama dua hari ini menghadirkan 75 peserta yang terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi petani, koperasi, sektor swasta dan akademisi yang berasal dari 7 Negara anggota ASEAN (Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, Cambodia, Lao PDR, dan Philipina) dan 6 Negara Asia Pacific (Timor Leste, Solomon, Fiji, Papua New Guinea, Tonga, dan Samoa).
Peserta berbagi pengalaman terkait bagaimana tantangan dan peluang dalam rantai nilai kelapa, best practices pengelolaan sektor pertanian kelapa, pengembangan produk berbasis kelapa yang inovatif, serta bagaimana membangun jaringan yang lebih kuat antar stakeholders.
Melalui diskusi panel dan kunjungan lapangan ke Koperasi Wanita Srikandi di Purworejo, Jawa Tengah sebagai koperasi produksi hasil olahan kelapa, para peserta diberdayakan untuk meningkatkan produksi kelapa mereka serta pengolahannya, menciptakan peluang pasar yang lebih baik dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam sepanjang rantai nilai kelapa.
Victoria Br Simanungkalit, selaku perwakilan dari ASEAN Sectoral Working Group Agricultural Cooperative (ASWGAC) untuk Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia merupakan produsen kelapa nomor satu di wilayah ASEAN, namun para petani Indonesia masih memerlukan edukasi untuk mengubah pola pikir mereka agar produknya bisa memiliki nilai tambah.
“Indonesia untuk produksi kelapa menjadi nomor satu diwilayah ASEAN, tetapi dalam hal hasil produksi kelapa khususnya coconut oil nomor dua dikarenakan para petani lebih senang menjual bahan mentah daripada dijual dalam bentuk olahan,” kata Victoria, Kamis (25/10/2018).
Victoria yang juga Plt Sekretaris Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran, Kemenkop dan UKM itu, menegaskan pemerintah telah mendorong para petani untuk meningkatkan value added produk kelapa menjadi produk turunan yang nilai jualnya lebih tinggi, seperti gula kelapa kristal, minyak kelapa, VCO.
“1 butir kelapa dapat diturunkan menjadi produk dengan nilai yang tinggi, contohnya sabut kelapa bahkan dapat menjadi jok kursi mobil,” katanya menegaskan.
Destry Anna Sari dari ACEDAC menambahkan pengembangan produk olahan kelapa yang inovatif dan berkualitas serta berpotensi ekspor membutuhkan peran akademisi, perusahaan swasta, pemerintah untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan UMKM untuk menciptakan bisnis yang inklusif.
“Salah satu kunci untuk menciptakan ASEAN sebagai wilayah berbasis produksi adalah melalui penguatan peran koperasi pertanian. Dalam hal ini, pemerintah terlibat dan berkolaborasi dengan organisasi atau asosiasi petani dan sektor swasta untuk membangun kemitraan yang solid yang menguntungkan petani dan koperasi di ASEAN,” kata Destry.
Ia menekankan pentingnya pertanian dan potensi komoditas kelapa. “Kami sangat berharap bahwa kegiatan ini dapat mempersempit kesenjangan antara pemerintah, organisasi petani, sektor swasta, dan terutama koperasi pertanian untuk memanfaatkan peluang ini dan meningkatkan partisipasinya dalam rantai nilai global,” ujar dia.