Jakarta, MNEWS.co.id – Waralaba atau kerja sama di bidang usaha dengan bagi hasil sesuai kesepakatan dinilai menjadi sebuah usaha kerakyatan. Hal ini karena pola waralaba mengajak orang untuk berwirausaha, dan sesuai amanat dari Presiden Joko Widodo, waralaba sangat cocok diterapkan di Indonesia karena kebanyakan masyarakatnya ingin punya usaha sendiri.
“Waralaba adalah usaha kerakyatan. Pola waralaba mengajak orang untuk berwirausaha. Pak Presiden Joko Widodo sampaikan waralaba sangat cocok untuk Indonesia, karena kebanyakan di indonesia orang ingin punya usaha sendiri,” papar Rofian Akbar, Pemimpin Redaksi Majalah Franchise dalam acara Kelas Komunitas Sahabat UMKM “Waralaba: Strategi Kreatif Untuk Keberlangsungan Bisnis UMKM” di Classroom A, Jakarta Creative Hub, Rabu (14/11/2018).
Orang yang ingin berwirausaha, lanjut Rofian, banyak yang tidak mengetahui bagaimana strateginya. Terkadang ada pula Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih terbentur persoalan dana untuk mengembangkan bisnisnya. Karena itu menurutnya, penting untuk diadakan pelatihan oleh pihak-pihak terkait. Seperti Kementerian Perdagangan dan Asosiasi Franchise Indonesia yang rutin mengadakan pelatihan waralaba. Sebab, waralaba dinilai memudahkan orang yang ingin memulai usaha.
“Konsep waralaba itu menciptakan kewirausahaan di masyarakat, dari employee dari business owner. Semua akan lebih mudah, karena sistem dan lainnya sudah ada,” imbuhnya.
Lebih lanjut Rofian menambahkan, teorinya waralaba adalah duplikasi sistem perusahaan. Selama ini waralaba identik dengan brand-brand besar yang mendunia, seperti Kentucky Fried Chicken (KFC) dan McDonald’s. Padahal tidak selamanya demikian. Beberapa brand waralaba di Indonesia yang sudah tidak asing lagi di telinga kita, misalnya Es Teler 77, berawal dari gerobak, dan kini usahanya sudah sampai ke mancanegara, seperti Australia dan Singapura.
“Dalam menjalankan bisnis waralaba, kita harus unik, kredibel, menguntungkan, dan memiliki sistem yang mudah untuk diajarkan kepada franchisee. Keunikan franchise itu yang sulit diduplikasi oleh kompetitor,” kata Rofian.
Berdasarkan survei yang dilakukannya, sebagian besar masyarakat tertarik dengan bisnis waralaba karena tinggal membeli merek dan sistem yang sudah teruji, adapun sisanya ingin menjadi pengusaha, serta investasi dengan return yang lebih tinggi. Keistimewaan membeli franchise, selain suplai produk yang sudah terjamin, beberapa aspek seperti brand, sistem, support, sharing experience dan marketing biasanya sudah terorganisir, sehingga mudah untuk diaplikasikan oleh investor atau franchisee.
Rofian juga menyarankan, bagi pelaku usaha yang ingin usahanya berkembang menjadi waralaba, harus mulai memperhatikan Standard Operating Procedure (SOP), mulai dari marketing, accounting & finance, produksi, SDM, hingga sistem IT.
“Kalau mau dibuat franchise, harus jadi master, menguasai dengan detail usahanya sendiri,” tandasnya.