Jakarta, MNEWS.co.id – Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Akumindo) meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengurangi pelatihan wirausaha berbasis digital agar bisa memfokuskan mengenai ketersediaan akses pasar. Ikhsan Ingratubun selaku Ketua Umum Akumindo, menjelaskan bahwa sejauh ini pelatihan yang diadakan hanya sekedar materi tanpa ada tindak lanjut pelaku usaha bisa mendapatkan akses pasar.
“Pelatihan-pelatihan sudah banyak dilakukan dari tingkat provinsi sampai kabupaten kota. Pemerintah rajin berikan pelatihan, tapi setelah itu tidak ada tindak lanjut,” kata Ikhsan pada Minggu(1/9).
Ikhsan menjelaskan para pelaku UMKM sudah sadar mengenai digitalisasi untuk masuk ke dalam sistem ekonomi digital dengan bergabung ke marketplace. Di antaranya bahkan sudah membuat portal sendiri dalam memasarkan produknya, dan sekaligus menjadi produsen produk asli domestik tidak mendapat prioritas di pasar. Padahal yang lebih dibutuhkan adalah akses pasar yang akan diberikan ke produk lokal untuk mendapatkan posisi yang setara bahkan lebih dibandingkan barang impor. “Anggaran untuk porsi pelatihan kami ingin dikurangi saja, lalu sisanya digunakan untuk membuat akses pasar,” ujar Ikhsan.
Untuk mendapatkan akses pasar dalam waktu jangka pendek dapat dilakukan dengan cara memprioritaskan produk lokal untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat hingga daerah. Saat ini berbagai macam produk dalam negeri sedang bersaing dengan produk impor meski untuk kepentingan pemerintah. “Berdasarkan penelitian kami, pelatihan-pelatahan UMKM hanya untuk memenuhi syarat bahwa pemerintah sudah melakukan pelatihan. Sementara, produk impor terus membanjiri dalam negeri,” ujarnya.
Ikhsan juga menambahkan UMKM jangan lagi dibebankan mengenai biaya tambahan di tengah berkembangnya pembayaran digital. Contohnya yaitu sistem pembayaran kode respon cepat (quick respons) atau QRIS, menurutnya QRIS dalam penggunaannya membutuhkan biaya transaksi atau merchant discount rate (MDR) sebesar 0,7 persen yang dibebankan kepada UMKM. Biaya tersebut terbilang cukup besar dan lebih mahal dibandingkan MDR dalam transaksi debet rekening sebesar 0,15 persen. Menurutnya metode pembayaran menggunakan QRIS tergolong lebih efisien, sehingga diharapkan pemerintah dapat mengkaji mengenai biaya transaksi dengan QRIS yang lebih rendah.
Oleh karena itu penetrasi sistem pembayaran digital pun dapat terlaksana secara masih dan disambut antusias oleh pelaku UMKM yang diharapkan dapat mempermudah mereka untuk mendapatkan akses pasar. “Secara alamiah, UMKM akan meninggalkan metode pembayaran yang lebih mahal,” kata Ikhsan.