Jakarta, MNEWS.co.id – Produk kertas yang tidak dilapisi (uncoated paper) asal Indonesia terbebas dari bea masuk anti-dumping (BMAD) ke Korea Selatan. Hal ini diumumkan Otoritas Korea Trade Commission (KTC) pada Kamis (18/7) berdasarkan hasil penyelidikan atas produk tersebut asal Indonesia, China, dan Brasil yang menunjukkan tidak terjadi kerugian material terhadap industri domestik Korea Selatan akibat dumping impor produk kertas.
“Penyelidikan anti-dumping ini telah dimulai sejak Oktober 2018 lalu. Adapun produk kertas yang menjadi objek penyelidikan Otoritas Korea yaitu kertas tidak dilapisi dengan berat antara 60—150 gram per 1 meter persegi, termasuk kertas ukuran A3, A4, B4, dan B5,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam siaran pers di Jakarta, Senin (22/7/2019).
Dalam laporan hasil penyelidikan yang dikeluarkan KTC pada Februari lalu, direkomendasikan pengenaan bea masuk anti dumping sementara (BMADS) terhadap importasi kertas asal Indonesia sebesar sekitar 3—7 persen. Kemudian berdasarkan hasil dengar pendapat pada bulan Juli ini, KTC tidak menemukan kerugian/injury terhadap industri kertas domestik pihak pengaju pemohon penyelidikan. Menanggapi hasil-hasil penyelidikan KTC tersebut, Kementerian Ekonomi dan Keuangan Korea Selatan kemudian memutuskan menghentikan penyelidikan anti-dumping dan tidak menerapkan BMADS.
Oke menjelaskan, WTO Anti-Dumping Agreement mengatur bahwa suatu negara diperbolehkan menerapkan bea masuk tambahan kepada produk-produk impor apabila dalam penyelidikan antidumping ditemukan adanya importasi yang mengandung dumping sehingga menyebabkan kerugian material bagi industri dalam negeri. “Jadi, secara garis besar terdapat tiga komponen yang harus dipenuhi pihak otoritas, yaitu adanya dumping, kerugian material, serta ada hubungan sebab akibat di antara keduanya. Dalam kasus ini, tidak semua komponen-komponen tersebut ditemukan dalam penyelidikan,” lanjut Oke.
Direktur Pengamanan Perdagangan, Pradnyawati menambahkan, hasil positif keputusan pembebasan BMAD pada produk kertas Indonesia tidak terlepas dari peran aktif Pemerintah Indonesia bersama dengan produsen/eksportir selama proses penyelidikan. “Sejak awal, pemerintah telah mendaftarkan diri sebagai interested party dan menyampaikan sanggahan tertulis. Pemerintah juga melakukan pendampingan kepada perusahaan Indonesia yang diselidiki saat KTC melakukan verifikasi on-the-spot. Selain itu, pemerintah menyampaikan pernyataan lisan pada pelaksanaan dengar pendapat yang diadakan pihak KTC,” jelas Pradnyawati.
Data statistik BPS menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Korea Selatan untuk produk kertas yang diselidiki tercatat sebesar USD 63,8 juta pada 2018. Nilai tersebut meningkat 131,53 persen dibandingkan tahun 2017 yang mencapai USD 27,6 juta.
Sedangkan, kinerja ekspor produk kertas dimaksud pada 2019 cukup terpengaruh akibat penyelidikan anti-dumping ini. Selama periode Januari–Mei 2019, Indonesia membukukan nilai ekspor sebesar USD 22,9 juta atau turun 8,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai USD 25 juta. Sementara itu, total perdagangan Indonesia-Korea Selatan pada 2018 sebesar USD 18,6 miliar. Nilai ini meningkat dibandingkan total perdagangan pada 2017 yang tercatat USD 16,3 miliar. Adapun, total perdagangan kedua negara pada periode Januari—Mei 2019 telah mencapai USD 6,9 miliar.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Korea Selatan pada 2018 adalah batu bara, gas, tembaga, minyak mentah, dan kayu lapis. Sedangkan, Indonesia mengimpor minyak (tidak termasuk minyak mentah), sirkuit terpadu elektronik, karet sintetis, produk besi/baja, dan kain.
Tantangan Produk Kertas Indonesia di Luar Negeri
Pradnyawati mengungkapkan, ekspor produk kertas Indonesia kerap menghadapi berbagai tantangan di negara-negara tujuan ekspor, di antaranya Amerika Serikat, Pakistan, Australia, dan India.
“Harga dan kualitas kertas kita yang cukup kompetitif dinilai berpotensi mengganggu keberlangsungan industri kertas dalam negeri negara tujuan ekspor yang memproduksi produk serupa. Namun, berita baik dari Korea Selatan ini diharapkan dapat memicu ekportir kertas Indonesia untuk kembali berkompetisi dan terus mengembangkan ekspornya,” ujar Pradnyawati.
Saat ini, Pemerintah Indonesia juga sedang memonitor hasil akhir keputusan panelis Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO DS 529 dalam sengketa yang dilayangkan Indonesia terhadap Australia terkait penerapan BMAD untuk produk kertas fotokopi A4. Proses penyelesaian sengketa ini sudah berjalan sejak September 2017 dan telah memasuki tahap akhir.
“Kami optimistis gugatan-gugatan Indonesia dapat dimenangkan para panelis dan dapat membuka kembali akses pasar produk kertas Indonesia di Australia. Tidak hanya itu, kemenangan atas sengketa ini juga sangat penting, mengingat dampak sistemisnya terhadap tuduhan dumping dari negara lain supaya dapat diminimalisasi ke depannya,” tegas Pradnyawati.