Diskusi bertema Aplikasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di auditorium Kemenkop dan UKM, Rabu (29/5/2019). Foto: Kemenkop.
Diskusi bertema Aplikasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di auditorium Kemenkop dan UKM, Rabu (29/5/2019). Foto: Kemenkop.

Jakarta, MNEWS.co.id – Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara belum banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, Pancasila mengandung nilai yang bisa mempererat semangat persatuan kebangsaan.

“Pancasila cenderung sebatas dibicarakan di ruangan. Jika hal ini dibiarkan, maka bangsa Indonesia terancam bisa kehilangan identitas diri, ini jauh lebih bahaya dibanding ancaman lainnya,” kata Ketua Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP) Prof Dr Hariyono dalam diskusi bertema Aplikasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di auditorium Kemenkop dan UKM, Rabu (29/5/2019).

Haryono menjelaskan, berbicara soal Pancasila, setidaknya ada lima isu strategis yaitu, isu pemahaman, pelembagaan, keteladanan, inklusi sosial dan keadilan sosial.

Dalam hal isu pemahaman, seharusnya tidak perlu berdebat soal lahirnya koperasi, karena berbagai versi tentang hari lahir koperasi itu merupakan satu kesatuan.

“Contoh lain, kita sering kritik ekonomi kita sangat liberal. Kenyataannya, kita mulai SD sampai S3 banyak belajar ekonomi liberal. Jadi pemahamannya cenderung melihat ekonomi pancasila dari sisi liberal,” kata Hariyono.

Ia melanjutkan, apa definisi dari ekonomi Pancasila? Berdasarkan pidato Bung Karno di PBB, ekonomi Pancasila itu merupakan pemuliaan dari ekononi liberal, dan mengatasi kelemahan manifesto komunis yang cenderung tak mengakui hak individu.

“Jadi ekonomi Pancasila itu mengakui hak-hak individu  namun juga membatasi hak individu yang mengancam kepentingan publik,” jelas Hariyono.

Dikaitkan dengan pelaku ekonomi di Indonesia, koperasi adalah wadah yang pas bagi ekonomi Pancasila. Sayangnya, koperasi sebagai pelaku ekonomi, cenderung dikonotasikan dengan yang kecil-kecil atau pinggiran.

“Dan jargon koperasi sebagai soko guru perekonomian, hanya sebatas jargon saja, malah cenderung jadi ledekan. Bagi ASN, koperasi adalah soko guru, maksudnya kalau   sudah tanggal 25 maka koperasi jadi soko guru untuk cari utang,” candanya.

Hal itu berbeda dengan di luar negeri di mana banyak koperasi besar yang tumbuh.

“Ini tugas kita bersama bagaimana agar nilai nilai koperasi itu bisa kita implementasikan dalam tingkah laku maupun sistem perekonomian nasional,” tutupnya.