Jakarta, MNEWS.co.id – Sepanjang 2018, perekonomian domestik mengalami berbagai gejolak. Kuatnya permintaan domestik yang mendorong impor, pertumbuhan ekspor yang terbatas, hingga cadangan devisa yang cukup tinggi dan neraca perdagangan yang surplus menjadi catatan menjelang akhir tahun. Nilai tukar rupiah yang masih mengalami depresiasi pun turut menimbulkan ketidakstabilan.
Namun, di balik gejolak tersebut, berdasarkan proyeksi IMF pada Oktober 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2018 ini akan mencapai 5,1%. Selain itu, ada kabar baik bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sebab, pertumbuhan kredit usaha kian meningkat di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga mempermudah pelaku UMKM untuk mengajukan kredit minim risiko.
Ryan Kiryanto, Corporate Secretary & Chief Economist BNI menyatakan, daya beli masyarakat Indonesia relatif terjaga. Hal inilah yang mendukung UMKM kian berkembang pesat, dan seolah tidak terpengaruh oleh depresiasi nilai rupiah maupun pertumbuhan ekonomi global yang cenderung rendah.
“Daya beli masyarakat indonesia relatif terjaga. Konsumsi rumah tangga tumbuh sampai di atas 5 persen. Indikasi bahwa daya belinya baik,” tandas Ryan dalam acara diskusi panel “Proyeksi Perekonomian 2019, Peluang dan Tantangan Bagi KUKM” di Auditorium Lantai 2, Gedung Kementerian Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta, pada Rabu (7/11/18).
Menurut analisisnya, kondisi kredit UMKM yang melambat di tengah kondisi risiko yang membaik disebabkan oleh faktor temporer. Nantinya, lanjut Ryan, akan membaik di kuartal keempat. Terlebih, transaksi pembayaran ritel masih berada dalam tren yang kian meningkat. Transaksi masyarakat menggunakan instrument ritel sistem pembayaran (ATM—Debet, kartu kredit, dan uang elektronik) pada Agustus 2018 secara keseluruhan tumbuh 9,4% (yoy).
“Bicara ritel, bicara UMKM, terbukti masih resilient. Transaksi pembayaran ritel masih berada dalam tren meningkat. Ini menunjukkan daya beli masyarakat kita cenderung stabil,” imbuhnya.
Lebih lanjut Ryan menambahkan, kebijakan Bank Indonesia (BI) sekarang akan cenderung ketat, karena mengutamakan stability over growth. BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor sehingga defisit transaksi berjalan dapat menurun dengan prakiraan kisaran 2,5% PDB pada 2019.