Konferensi pers tanggapan PMK-210 oleh Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) di idEA Space, Centennial Tower Lt.29, Jakarta, Senin (14/1/2019). Foto: (doc/MNEWS)
Konferensi pers tanggapan PMK-210 oleh Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) di idEA Space, Centennial Tower Lt.29, Jakarta, Senin (14/1/2019). Foto: (doc/MNEWS)

Jakarta, MNEWS.co.id – Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) mengkritik terbitnya PMK-210 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Pasalnya, peraturan tersebut dinilai tanpa sosialisasi yang cukup, dan dikhawatirkan dapat menghambat pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Ketua Umum idEA, Ignatius Untung, mempertanyakan kesiapan pemberlakuan PMK-210 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan ini akan diterapkan pada bulan April 2019 mendatang. Menurutnya, perlu ada kajian komprehensif terkait persoalan ini. Tanpa data yang lengkap, risikonya akan sangat besar. Salah satu butir peraturan ini yang mengharuskan pelaku UMKM memiliki NPWP terlihat sebagai entry barrier yang bisa membebani.

“Dari hasil studi idEA dan fakta di lapangan menunjukkan, banyak di antara pengusaha mikro yang masih pada level coba-coba. Belum tentu mereka bertahan dalam beberapa bulan ke depan, di mana prioritas mereka pada tahap ini adalah membangun bisnis yang sustain dan mempertahankan konsistensi usaha, baru selanjutnya memiliki NPWP,” jelas Ignatius Untung kepada para awak media saat konferensi pers di idEA Space, Centennial Tower Lt.29, Jakarta, Senin (14/1/2019).

Lebih lanjut Ia menambahkan, pemberlakuan pajak e-commerce dinilai kurang tepat. Banyak e-commerce yang belum settle, sehingga akan sangat merugikan apabila ditumpangi NPWP. Sebaiknya, peraturan perpajakan serupa dibebankan ke usaha yang lebih settle, misalnya kewajiban menyertakan NPWP pada nasabah saat membuka rekening.

“Kita tidak anti pajak, kita mau melihat kepentingan yang lebih besar. Ketika pertumbuhan ekonomi baik, rasio pajak bagus, usaha pun akan bagus. Tapi tentu ada prosesnya. Kami sudah melakukan studi kecil, dan menyurati Kemenkeu untuk melakukan audiensi. Kami meminta Kemenkeu untuk menunda dan mengkaji ulang keputusan PMK terutama soal pajak, dan studi yang komprehensif harus dilakukan,” pungkasnya.

Belakangan ini, platform marketplace dan e-commerce memang dianggap sebagai pembuka peluang bagi jutaan pelaku UMKM. Hal ini didasari oleh relatif minimnya risiko yang ditawarkan oleh platform e-commerce, mulai dari tidak perlu menyewa toko, minimnya pegawai, biaya promosi, dan terukurnya upaya promosi yang relatif terjangkau, di samping antusiasme masyarakat untuk berbelanja di platform online yang terus meningkat pesat.

Fakta ini didukung oleh studi McKinsey pada Agustus 2018 berjudul “The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia’s Economic Development”. Studi tersebut menunjukkan bahwa di tahun 2022 mendatang, perdagangan online akan menciptakan 26 juta lapangan pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kita bisa merasakan gejala ini mulai dari transportasi online yang digunakan sehari-hari, memberikan pilihan dan kesempatan baru bagi jutaan masyarakat untuk memperoleh penghasilan rutin. Terobosan teknologi telah memberikan dampak sosial ekonomi dan potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

idEA bersama para pelaku industri mengajak para pemangku kepentingan untuk mencari jalan tengah dalam proses implementasi PMK-210 ini. Sehingga, jangan sampai mematikan potensi e-commerce sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.