Pembukaan Kerajinan Jogja Istimewa 2019 di Kementerian Perindustrian, Selasa (9/4/2019). Foto: Kemenperin.
Pembukaan Kerajinan Jogja Istimewa 2019 di Kementerian Perindustrian, Selasa (9/4/2019). Foto: Kemenperin.

Jakarta, MNEWS.co.id – Industri kerajinan di Tanah Air selalu memberikan peluang bagi pelaku usahanya, terutama di sektor industri kecil dan menengah (IKM) karena potensinya cukup besar dan bisnisnya masih prospektif. Salah satu yang menjadi konsen pemerintah adalah peningkatan penjualan produk industri kerajinan dari seluruh nusantara, agar bisa juga diterima di pasar internasional.

Langkah srategis yang dilakukan pemerintah, yakni memperluas pasar baik itu di domestik, ekspor maupun digital. Upaya tersebut didorong karena IKM merupakan tulang punggung pembangunan ekonomi dan industri di Indonesia.

“Masa depan industri kreatif cukup menjanjikan dan dapat menjadi sumber ekonomi dengan nilai yang tinggi, karena dalam industri ini terdapat konten gagasan, seni, inovasi, teknologi, serta kekayaan intelektual,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa (9/4/2019).

Untuk itu, Kemenperin memfasilitasi penyelenggaraan pameran kerajinan dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengusung tema “Kerajinan Jogja Istimewa 2019” selama tiga hari, tanggal 9-12 April 2019 di Plasa Pameran Industri, Gedung Kemenperin RI, Jakarta. Kegiatan yang diinisiasi oleh Dewan Kerajinan Nasional Tingkat Daerah (Dekranasda) DIY ini diikuti sebanyak 52 pelaku usaha kerajinan dari Kota/Kabupaten se-DIY.

Para peserta pameran tersebut, menempati 42 stan yang tersedia dengan menampilkan berbagai kerajinan fesyen batik dan nonbatik, kayu, logam, perak, anyaman, kulit, aksesori, serta makanan olahan dalam kemasan. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal IKMA Kemenperin Eddy Siswanto bersama Wakil Ketua Dekranasda DIY GKBRAA Paku Alam.

“Kami ingin menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi kepada Dekranasda DIY, karena kegiatan pameran yang ke-4 kalinya ini dapat dilaksanakan secara mandiri, baik untuk memberangkatkan IKM peserta pameran, promosi maupun kegiatan penunjang lainnya,” ujar Eddy.

DIY merupakan salah satu daerah yang berhasil mengembangkan potensi industri kreatif, khususnya pada sektor kerajinan. Sejalan dengan itu, pengembangan potensi IKM kerajinan merupakan salah satu program prioritas yang dilakukan Kemenperin.

“Saya mengharapkan agar pembinaan SDM dan penggunaan teknologi dapat kita lakukan dengan lebih fokus dan saling melengkapi satu sama lain, sehingga akan memberikan dampak positif bagi pengembangan IKM yang berdaya saing global sehngga mendorong pertumbuhan dan penguatan ekonomi kerakyatan,” ungkapnya.

Eddy pun menuturkan, DIY merupakan sentra kerajinan yang sangat kaya dengan nuansa tradisional Nusantara, terutama batik. “Karena di Yogyakarta ada Keraton dan Pakualaman yang memang menjadi inspirasi bagi tumbuhnya industri kerajinan batik,” tuturnya.

Apalagi, batik merupakan salah satu produk unggulan yang berkontribusi cukup besar bagi perekonomian nasional melalui capaian ekspornya.

Kemenperin menargetkan ekspor produk tenun dan batik pada tahun 2019 mampu menembus angka USD58,6 juta atau naik 10 persen dibanding capaian tahun lalu sebesar USD53,3 juta. Ekspor batik Indonesia mayoritas dikapalkan ke negara maju seperti Jepang, Belanda dan Amerika Serikat.

Pameran Kerajinan Jogja Istimewa 2019 Perluas Pasar

Melalui pameran Kerajinan Jogja Istimewa 2019, Eddy menargetkan, produk-produk kerajinan dari Kota Gudeg tersebut bisa lebih dikenal masyarakat secara luas. “Di Kemenperin biasanya banyak tamu, termasuk para tamu dari negara lain, sehingga bisa menambah pengetahuan terhadap produk-produk kerajinan Yogyakarta yang dipamerkan,” imbuhnya.

Wakil Ketua Dekranasda Daerah Istimewa Yogyakarta, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam berharap, dengan digelarnya pameran produk kerajinan di Plasa Pameran Industri, para perajin dari Yogyakarta lebih dikenal di masyarakat luas. “Karena produk-produk Jogja itu masih perlu promosi, padahal produknya bagus-bagus sekali,” ungkapnya.

Selain itu, dengan ikut serta pada berbagai pameran, para perajin dari Yogyakarta bisa mendapat masukan dari konsumen agar produk-produk yang dihasilkan lebih variatif dan mengikuti tren. Dengan begitu, nilai jual serta potensi pasar akan menjadi lebih luas.

“Dengan ikut pameran, akan ada pengunjung yang mengkritik produk-produk mereka itu, sehingga akan menjadi membangunmereka, jadi bisa lebih mendunia lagi,” tuturnya.

Indikasi Geografis, Tambah Nilai Jual Produk

Pada kesempatan yang sama, Eddy menambahkan, terhadap produk-produk kerajinan dari daerah, Kemenperin juga mendorong penyusunan Indikasi Geografis (IG) sehingga bisa menambah nilai jual dari produk itu sendiri. Dengan Indikasi Geografis, produk-produk kerajinan akan terlihat secara spesifik indentitas dan keunggulannya masing-masing.

“Saat ini, di Yogyakarta, kami juga sedang melaksanakan FGD untuk menyusun IG batik,” kata Eddy.

Menurut Eddy, untuk memperoleh IG, perlu adanya kaitan dengan unsur-unsur di daerah itu sendiri, misalnya untuk batik menggunakan pewarna alam yang hanya ada di daerah itu sendiri. Kemudian bahan baku juga dilihat pengaruh alam atau lingkungan yang tidak ditemukan di tempat lain.

Lebih lanjut, dengan IG, daya saing produk kerajinan bisa meningkat. Ini juga mendorong masyarakat untuk lebih mencintai produk lokal yang kental dengan ciri khas budaya. “Kalau misalkan ada kesamaan (dengan produk lain), pasti nanti salah satu tidak bisa,” terangnya.

Faktor lain yang bisa dimasukkan dalam Indikasi Geografis adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan proses pembuatan produk. Menurut Eddy, proses pembuatan beberapa produk kerajinan diajarkan secara turun-temurun dari nenek moyang. Hal itu bisa menjadi nilai tambah untuk produk itu sendiri, karena produk tersebut nilainya berbeda dengan yang diproduksi secara massal.