Karya Jawad Alizada,
Karya Jawad Alizada, "Kebahagiaan". Foto: (doc/GNI)

Jakarta, MNEWS.co.id – Seni menjadi media bagi para migran untuk berbagi kisah dan cerita inspiratif. Lewat Pameran “Berdiam/Bertandang” yang akan digelar pada 20–27 September 2018 di Gedung B Galeri Nasional Indonesia, seniman dan para siswa dari sekolah refugee Roshan Learning Center Jakarta, berbagi guratan emosi dan pengalamannya dengan artistik.

Indonesia kini menjadi negara ‘transit’ bagi para pengungsi. Hingga Desember 2017, tercatat jumlah refugee dan pencari suaka mencapai 13.840 orang. Setelah para refugee terdaftar secara resmi di kantor UNCHR setempat, butuh waktu yang cukup lama bagi mereka untuk dapat direlokasi ke negara tujuan. Selama di Indonesia, mereka tinggal dalam fase limbo, karena akses untuk bekerja dan mengemban pendidikan yang sangat terbatas.

Katrina Wardhana menginisiasi Art for Refuge, sebuah wadah yang memungkinkan para migran khususnya anak-anak merasa nyaman seperti di rumah sendiri—bisa menuangkan segala cerita dalam narasi yang mungkin, berbeda dengan yang biasa kita jumpai lewat pemberitaan media massa maupun media sosial.

Sebanyak 72 karya lukisan dan fotografi hasil olah artistik 27 seniman akan mengantarkan pengunjung untuk memahami kehidupan refuge. Tidak melulu berjibaku dengan rasa kehilangan anggota keluarga, rindu kampung halaman dan ketidakpastian, para migran pun tetap menyimpan harapan akan cerita-cerita yang terbentuk di ruang yang baru, serta persahabatan dan kehangatan di ibukota Jakarta.

Alia Swastika dalam catatan kuratorialnya mengatakan, pameran “Berdiam/Bertandang” terutama untuk menggarisbawahi gagasan tentang perpindahan dan kesementaraan, serta situasi di antaranya.

“Kata-kata yang tidak lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari ini menggambarkan situasi kontras yang dialami oleh para migran/pengungsi tersebut, berada dalam situasi tak pasti apakah mereka bisa membangun hidup dan masa depan lebih baik: apakah harus tinggal atau harus pergi?” pungkas Alia dalam catatan kuratorial tertulis yang diterima MNEWS, Rabu, (19/9/18).

Guratan kisah yang diceritakan dalam pameran ini hanya fragmen-fragmen kecil dalam kehidupan para migran selama menjalani hari-harinya di tempat asing. Nyatanya, mereka tetap bisa belajar dan menggali pengalaman di tanah pelarian.

“Pameran semacam ini adalah sebuah upaya untuk melihat kasus pengungsi dan migran dalam konteks Indonesia, dengan segala problem sosial politiknya sendiri. Menjadi bagian dari warga global, kita bisa melihat persoalan ini sebagai persoalan kemanusiaan, ketimbang hanya melihatnya sebagai persoalan yang dibatasi oleh gagasan negara bangsa. Mereka, saya kira, seperti kita, adalah juga warga dunia,” tandasnya.