Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki  saat memimpin rapat Koordinasi Pengembangan Rotan dengan stakeholders terkait,  Senin (02/03/20). (Foto: Dok Kemenkop UKM)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki saat memimpin rapat Koordinasi Pengembangan Rotan dengan stakeholders terkait, Senin (02/03/20). (Foto: Dok Kemenkop UKM)

Jakarta, MNEWS.co.id – Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki memaparkan walaupun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memberikan kontribusi pada PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 60%, namun sumbangan  ekspor baru mencapai 14,5% atau lebih rendah dibanding UMKM di Thailand, Vietnam maupun Korea.

Teten mengatakan, dirinya optimis kontribusi UMKM pada ekspor bisa ditingkatkan dalam 5 tahun ke depan. Yang paling utama kata Teten, UMKM harus menguasai market dalam negeri dulu.

Survei OECD 2018 menunjukkan daya saing terkait kualitas dan standard produk Indonesia masih di peringkat 4 untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Teten, hal itu menunjukkan UMKM kita harus terus berbenah untuk bisa meningkatkan daya saingnya.

Teten menambahkan, pemberdayaan UMKM nantinya akan diarahkan pada sentra-sentra produksi sehingga bisa dilakukan penataan dan pembinaan dalam satu tempat. Juga akan ada sharing factory atau rumah produksi bersama, yang akan menjawab masalah perbaikan standar produk.

Sebenarnya sudah ada model rumah produksi bersama untuk sentra industri makanan, yaitu di Payakumbuh Sumbar, yang bahkan sudah mampu mengekspor bumbu rendang ke Arab Saudi untuk jamaah haji asal Indonesia. “Dengan sharing factory ini, juga menjawab masalah perijinan dan legalitas dari BPOM maupun MUI,” katanya.

Ide tentang rumah produksi bersama ini, bukan hanya bertujuan meningkatkan daya saing UMKM. Namun juga bisa menjadi wadah konsolidasi lintas sektoral, pasalnya yang mengurus UMKM setidaknya ada 18 K/L. Manfaat lain, sharing factory juga menjawab masalah kapasitas produksi UMKM yang biasanya tidak mampu melayani permintaan dalam jumlah besar dan supply yang teratur.

“Ada pemikiran juga, jangan terlalu banyak merek untuk produk UMKM sejenis. Produknya bisa diringkas dalam satu atau dua brand saja sehingga kapasitas produksinya besar, dan persaingan antar UMKM tidak terlalu keras. Misalnya bapkia patok, saya kira persaingannya sudah tidak sehat karena brand nya terlalu banyak, sebaiknya di konolidasi saja,” ungkap Teten.